Model pengebirian itu, ialah KONI diberi tugas dan kewajiban secara maksimal sesuai Undang-Undang SKN (Sistem Keolahragaan Nasional) namun lembaga ini tidak diberi “peluru” yang memadai oleh negara. Kebijakan macam itulah menurut Michael A. Tani Wangge perlu dikoreksi.
Menurutnya, KONI Pusat harus tetap pada fungsinya sebagai pembina olahraga. Negara harus memberi fasilitas yang memadai kepada KONI Pusat sesuai fungsinya sebagai pembina olahraga dalam negeri di seluruh Indonesia.
Kenyataannya tidak seperti itu.
Negara seolah-olah turun tangan sendiri membina di berbagai lini olahraga. Dan, memang ada pasal yang mengatur bahwa negara menjadi pembina yaitu pada pasal 13 UU SKN 2005. Pasal ini menurutnya adalah pasal sesat pikir, salah kaprah, dan keliru besar.
“Dimana-mana di seluruh dunia, negara tidak pernah campur tangan menjadi pembina, namun negara wajib membangun infrastruktur dan memfasilitasi lembaga non goverment seperti KONI mengganti tangan negara untuk menjangkau dalam berbagai kegiatan pembinaan olahraga.
Hanya negara komunis yang pembinaan olahraga dilakukan oleh negara. Indonesia ‘kan bukan negara komunis,” katanya.