IPOL.ID – Mantan Direktur Utama PT Jawa Pos Jaringan Media Nusantara Zainal Muttaqin memberikan dukungan moral kepada eks anak buahnya dalam memperjuangkan hak-haknya. Diketahui, Yayasan Pena Jepe Sejahtera, yayasan yang terbentuk dari para pensiunan karyawan Jawa Pos, menuntut 20 persen hak kepemilikan saham dan deviden sebesar Rp1 Triliun.
“Kami beri dukungan penuh perjuangan mantan karyawan Jawa Pos, apalagi saya sendiri yang membentuk Yayasan Pena Jepe Sejahtera,” ujar Zam, sapaan karib Zainal Muttaqin di sela-sela persidangan kasusnya di Pengadilan Negeri Balikpapan belum lama ini, sebagaimana pesan yang diterima redaksi Ipol.id pada Senin (2/10/2023) di Jakarta.
Sebagaimana diketahui, Yayasan Pena Jepe Sejahtera menuntut hak saham dan dividen dari Jawa Pos, pada rentang waktu 1985 hingga 2022 senilai Rp1 triliun. Bahkan menurut Yayasan Pena Jepe Sejahtera, nilai dari saham dan dividen yang dimaksud diperkirakan menyentuh angka Rp2,5 triliun. Kasus ini sendiri sudah sejak lama dilaporkan ke Polda Jawa Timur (Jatim), dan hingga kini belum ada kejelasan.
Zam mengaku sudah tidak bisa aktif mendorong Yayasan Pena Jepe Sejahtera dalam memperjuangkan hak-haknya. Pasalnya ia kini menjadi terdakwa kasus penggelapan aset perusahaan dilaporkan PT Duta Manuntung (Kaltim Pos) yang menjadi anak grup perusahaan Jawa Pos.
Zam mengatakan, perjuangan pengembalian saham yayasan karyawan sudah dilakukan sejak 2019 silam. Saat itu, kebetulan pula dirinya masih menjabat sebagai direktur utama di beberapa perusahaan yang mayoritas saham dimiliki Dahlan Iskan (DI), bos Jawa Pos.
Perjuangan itu bertolak dari isu yang sudah lama diperbincangkan di kalangan mantan karyawan Jawa Pos di mana mereka memegang foto copy akte notaris terkait pernyataan DI. Ia menyatakan bahwa saham Yayasan Karyawan JP sebesar 20 persen itu bukan miliknya.
Dikatakan, DI siap menyerahkan saham dimaksud kepada yayasan yang dibentuk kemudian.
Dari situ Zam mengkonfirmasikan kepada DI seputar pernyataan notariel yang dibuatnya itu. “Pak DI ternyata mengakui bahwa pernyataan itu benar adanya,” kata Zam.
Maka Zam pun lantas menginisiasi terbentuknya Tim 9 untuk memperjuangkan pengembalian saham yayasan karyawan itu dan menggugatnya ke Pengadilan Negeri Surabaya. Hasilnya disepakati pembentukan Yayasan Pena Jepe Sejahtera.
Namun setelah yayasan karyawan itu terbentuk, DI tidak juga menyerahkan saham yayasan karyawan itu. Hingga kasusnya dilaporkan ke Polda Jatim.
Di tempat terpisah, Pengacara Duke Arie secara resmi sudah melaporkan kasus kepemilikan saham karyawan Jawa Pos ke Polda Jatim pada 5 September 2023. Mereka melaporkan dugaan penggelapan sebanyak 31 juta lembar saham karyawan periode waktu 1985-2022.
Kasusnya sendiri sudah diterima Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim. “Laporan kami sudah diterima pihak kepolisian,” kata Duke yang mewakili sebanyak 500 karyawan dan eks karyawan Jawa Pos.
Menurut Duke, kasusnya masih dalam proses penyelidikan kepolisian. Informasi berhasil dihimpun pihak kuasa hukum menyebutkan, kepolisian sudah melakukan gelar perkara guna menentukan status penyelidikan kepemilikan saham ini. Apakah dilanjutkan dalam proses penyidikan atau malah diputuskan tidak ada kasus pidana.
Sehubungan persoalan ini, Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Pol Dirmanto belum bersedia komentar saat dihubungi.
Pengacara Ganing Pratiwi menambahkan, kronologis kasusnya bermula saat pembentukan Jawa Pos pada 1985 silam di mana saat itu ada kesepakatan hibah kepemilikan 20 persen perusahaan kepada karyawan. Saham dikuasai Yayasan Karyawan Jawa Pos sebagai perwakilan seluruh karyawan.
Berjalannya waktu, kata Ganing, rapat umum pemegang saham (RUPS) tahun 2002 sepakat untuk menitipkan saham karyawan tersebut kepada DI. Yayasan Karyawan Jawa Pos ini lantas dibubarkan.
“Ada kesepakatan akta dalam penitipan saham karyawan ini,” ungkap Ganing. Pihak perusahaan dan karyawan menyepakati poin di mana saham ini tidak bisa diperdagangkan tanpa ada keputusan RUPS hingga aturan perundang-undangan mengatur hal itu.
Namun faktanya, kata Ganing, saham karyawan ini malah diperdagangkan kepada pemegang saham lainnya pada 2016. Total nilai saham dan deviden diperkirakan jumlahnya sebesar Rp1 triliun.
“Nilai saham dan deviden masih perkiraan awal, perlu audit untuk menentukan total besarannya,” ungkap Ganing.
Pihak yayasan karyawan sempat mengajukan gugatan perdata kepada DI pada tahun 2022 hingga tercapainya Akta Van Dading atau Akta Perdamaian. Isinya memerintahkan DI membentuk kembali yayasan karyawan yang sempat dibubarkan serta mengembalikan 20 persen saham.
“Namun hingga 30 hari sejak keputusan itu, DI tidak kunjung membentuk yayasan hingga karyawan inisiatif membentuk Yayasan Pena Jepe Sejahtera,” paparnya.
Ketua Yayasan Pena Jepe Sejahtera Suryanto Aka (65) mengungkapkan informasi di mana banyak karyawan dan eks karyawan Jawa Pos yang hidupnya di bawah rata-rata. Mayoritas 500 karyawan dan eks karyawan tersebut hanya menggantungkan hidup gaji selama bekerja di Jawa Pos.
“Masih banyak di antara kami yang hidup serba pas-pasan. Tidak punya rumah dan penghasilan tetap lainnya,” kata mantan karyawan Jawa Pos yang sudah pensiun ini. Ia kini mencoba peruntungan dengan membuat video blogging di akun YouTube.
Karena itu mewakili karyawan dan eks karyawan Jawa Pos lainnya, Suryanto mengharapkan agar saham Jawa Pos tersebut bisa dipergunakan menyejahterakan rekan-rekannya.
Sejauh ini pihak Holding Jawa Pos Grup, belum memberi komentar ataupun respon terkait hal ini. (tim)