IPOL.ID – Seorang mantan direktur perusahaan swasta diduga disandera lantaran perusahaan yang pernah di pimpinnya telah menunggak pajak sebesar Rp3 miliar. Lim Sang Min ditawan untuk dijadikan jaminan itu ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat.
Lim Sang Min, mantan direktur salah satu perusahaan swasta diduga disandera oleh pihak KPP Kembangan, Jakarta Barat, di Rutan Salemba, setelah perusahaan yang sempat di pimpinnya menunggak pajak sebesar 3 miliar rupiah.
Terkait persoalan itu, pihak kuasa hukum Lim Sang Min mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengajukan permohonan perlindungan agar yang bersangkutan dapat segera dibebaskan.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, Kuasa Hukum Lim, Hanry Manuputty mengaku, setelah keluarnya putusan dari Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, atas tunggakan pajak perusahaan yang dilimpahkan kepada direktur perusahaan yang baru.
“Kini mantan direktur merupakan kliennya telah disandera selama 6 bulan, meski saat ini pihak Pengadilan Negeri Tangerang telah mengeluarkan putusan, atas tunggakan pajak perusahaan tersebut dilimpahkan kepada direktur yang baru dan perusahaan,” kata Kuasa Hukum Lim, Hanry pada awak media di kantor LPSK, Jakarta, Senin (2/10).
Atas kasus ini, sambung Hanry, pihaknya mendatangi kantor LPSK untuk mengajukan perlindungan agar kliennya dapat segera dilepaskan dari Rutan Salemba.
Menurut dia, utang pajak (Tahun 2016 hingga 2017) bukan lagi tanggung jawab kliennya, Lim Sang Min, tetapi utang pajak itu sesuai putusan Pengadilan dibebankan kepada direktur perusahaan swasta yang baru, bukan lagi beban kliennya.
Oleh sebab itu, berdasar putusan Pengadilan itu, siapapun yang menahan kliennya harus mempertimbangkan putusan Pengadilan yang inkrah dan harus dihargai.
“Harus dipertimbangkan, dibunyikan dalam Undang-Undang (UU) Pasal 17, 18 UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sehingga siapapun yang menahan kliennya harus mempertimbangkan dan menghormati UU,” tegas dia.
Hanry menekankan, UU memerintahkan bahwa pejabat yang mau melaksanakan kebijakan tidak bisa sewenang-wenang. Harus mempertimbangkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Berkaitan utang pajak (PPN) dalam kebijakan pemerintah pusat, dan kliennya sudah tidak ada ikatan lagi dengan perusahaan yang punya kewajiban membayar pajak hingga terjadi pembengkakan utang pajak perusahaan tersebut.
“Utang pajak dari jual beli serta penyerahan kewenangan dan pengurus baru sudah selesai di depan notaris dan adanya putusan Pengadilan. Berita Acara itu pun juga diakui sejumlah pihak terkait,” jelasnya.
“Jadi tujuan kami ini ke LPSK untuk membebaskan klien kami, dan tujuan disandera itu agar klien kami membayar pajak,” tambah dia.
Lebih jauh, Hanry menuturkan, sebelumnya, jumlah utang pajak itu mencapai sekitar 3 miliar rupiah, namun hingga kini telah mencapai sekitar 6 miliar rupiah setelah dihitung denda dan biaya penagihan.
“Sementara yang bersangkutan harus dilepaskan dari Rutan Salemba, namun hingga saat ini diduga masih dilakukan penyanderaan oleh pihak terkait,” tutup Hanry. (Joesvicar Iqbal)