IPOL.ID – Umat Islam Indonesia telah bersikap terhadap perjuangan rakyat Palestina dalam meraih keadilan di tanahnya sendiri.
Melalui Majelis Ulama Indonesia yang telah mengeluarkan fatwa terbarunya, yakni Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina, umat Islam di Tanah Air wajib mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel.
MUI juga menegaskan mendukung Israel dan mendukung produk yang mendukung zionisme hukumnya adalah haram.
“Umat Islam diimbau agar semaksimal mungkin menghhindari transaksi dan penggunaan produk yang terafilitasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme,” ungkap Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, saat membacakan fatwa MUI terbaru di Kantor MUI, Jakarta, Jumat (10/11/).
Di jagad maya, sejumlah brand menjadi sasaran amuk warganet. Salah satu yang menonjol viralnya hastag #TolakDanoneAqua.
“meraup total penjualan paling sedikit Rp 27 triliun. Sebagian dari uang penjualan itu, untuk tidak menyebut sebagian besarnya, lari ke Perancis. Dan, ini bagian paling pentingnya, sudah rahasia umum kalau Danone punya investasi besar di Israel… #TolakDanoneAqua,” tulis akun X @nuels****.
Selain itu, sejumlah merek mapan juga ikut disinggung terkait dukungan terhadap Zionis Israel. Di antaranya Nestle dan Coca-Cola.
Merek pertama mempunyai unit bisnis di Israel, Osem, yang memproduksi aneka produk pangan. Kemudian Coca-Cola kabarnya memiliki pabrik di kawasan permukiman ilegal Atarot. Ini adalah bagian dari tanah warga Palestina yang diambil paksa.
Dugaan Merusak Lingkungan
Di negara asalnya, Danone juga diduga tengah terbelit masalah. Mereka dituduh sebagai perusak lingkungan hidup.
Di Prancis, Danone diduga menyebabkan krisis air di kawasan Auvergne, Prancis tengah. Masyarakat lokal terpaksa menghadapi pembatasan penggunaan air untuk kebutuhan usaha dan kebutuhan sehari-hari.
“Sejak grup Danone mengambil alih perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) Société des Eaux de Volvic pada 1993 lalu, penyedotan air tanah telah meningkat empat kali lipat,” kata Edouard de Féligonde, pemilik peternakan ikan setempat, mengutip Euronews (15/6).
“Bukan kekeringan biasa yang kami hadapi, tapi kekeringan yang berpengaruh hingga ke sumber daya untuk usaha ini,” katanya.
Selama ini, Edouard de Féligonde merasa bangga memiliki peternakan Ikan Saint-Genest l’Enfant, yang dibangun oleh leluhurnya pada abad ke-17 di jantung Auvergne. Namun, kebanggaannya itu kini berubah menjadi kepahitan.
“Peternakan ikan Saint-Genest l’Enfant adalah yang tertua di Eropa dan satu-satunya yang diakui sebagai monumen bersejarah. Namun, peternakan ikan ini sekarang benar-benar kering,” keluh Edouard de Féligonde, sambil memimpin jurnalis berkeliling di propertinya.
Menurutnya, aliran sungai ke peternakan ikan yang dulu mengalir lancar, kini nyaris mengering, dan kolam-kolam ikan kosong, kecuali beberapa yang diisi dengan air stagnan untuk mencegah erosi dasar kolam.
Dikatakannya, bisnisnya kian terpuruk sejak Société des Eaux de Volvic yang sumber penyedotan mata airnya berdekatan dengan propertinya, telah menyebabkan susutnya air tanah.
Tak pelak, krisis air ini telah mendorong Edouard de Féligonde memulai perjuangan hukum melawan Danone dan otoritas publik yang mengeluarkan izin penyedotan air tanah di kawasan tersebut.
Sejauh ini, Danone membantah bahwa operasi bisnis AMDK mereka telah mengurangi debit air tanah di sana. Bantahan ini juga didukung oleh dinas terkait yang justru menduga perubahan iklim sebagai penyebabnya.
Namun François-Dominique de Larouzière, ahli geologi dengan asosiasi perlindungan lingkungan PREVA, meragukan alasan penurunan debit air disebabkan oleh pemanasan global.
Hydrobiolog Christian Amblard, juga anggota PREVA, menekankan adanya konsekuensi ekologis yang mengkhawatirkan.
“Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ini adalah awal dari berubahnya area ini menjadi gurun,” kata Amblard dengan nada prihatin.
Gesekan dengan Warga
Di Tanah Aor, Danone menguasai pasar AMDK dengan merek Aqua, juga acapkali diprotes organisasi lingkungan dan warga lokal lokasi mereka menambang sumber mata air untuk bisnis AMDK-nya.
Misalnya, pada 2011, Danone-Aqua yang telah beroperasi selama empat tahun, secara dadakan mengumumkan menghentikan seluruh kegiatan produksinya di Padarincang, Serang, Banten. Ini lantaran terjadi aksi demo anarkis yang dilakukan ribuan orang pada Desember 2010.
Sejumlah organisasli lingkungan dan warga lokal menuding keberadaan pabrik AMDK Danone-Aqua berpotensi mengeringkan cadangan air bawah tanah yang juga digunakan oleh warga.
Di wilayah lain, di Desa Babakan Pari, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, penduduk yang tinggal di sekitar sumber air milik pabrik Danone-Aqua, juga diberitakan kerap mengeluh kesulitan mendapatkan air bersih.
Saat kemarau, sebagian sumur milik penduduk mengalami kekeringan. Padahal menurut warga setempat, sebelumnya sumur dengan kedalaman 5-7 meter saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi sejak tahun 2000, sumur harus digali lebih dalam lagi, paling tidak hingga 17 meter untuk mendapatkan air. (ahmad)