IPOL.ID – Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M rata-rata sebesar Rp105 juta. Usulan itu disebut sesuai mekanisme pembahasan biaya haji.
Adapun, usulan tersebut disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas kepada DPR dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII di Jakarta, kemarin (13/11/2023).
“Pemerintah kemarin menggelar rapat kerja dengan Komisi VIII membahas biaya haji. Siklusnya memang pemerintah mengajukan usulan biaya haji. Kita usulkan BPIH sebesar Rp105 juta per jemaah. Usulan ini yang akan dijadikan bahan pembahasan oleh Panja untuk nantinya disepakati berapa biaya haji tahun 2024,” kata Yaqut, Selasa (14/11).
Undang-undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa BPIH adalah sejumlah dana yang digunakan untuk operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Pasal 44 menyebutkan bahwa BPIH bersumber dari Bipih (Biaya Perjalanan Ibadah Haji yang harus dibayar jemaah), anggaran pendapatan dan belanja negara, nilai manfaat, dana efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi ini masih usulan awal yang akan dibahas di Panja. Kalau sudah ditelaah dan dikaji harga-harga di lapangan, baru disepakati dan ditetapkan berapa yang dibayar jemaah haji (Bipih) dan berapa yang diambilkan dari nilai manfaat setoran awal jemaah,” ujarnya.
Menurut Yaqut, ada yang berbeda dalam skema pengusulan biaya haji 2024 dengan tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah dalam Raker DPR kemarin hanya mengusulkan besaran BPIH-nya saja. Pemerintah tidak lagi menghitung komposisi besaran Bipih yang akan dibayar jemaah dan Nilai Manfaat.
“BPIH yang diusulkan pemerintah ini selanjutnya akan dibahas secara lebih detil setiap komponennya oleh Panja BPIH. Setelah BPIH disepakati, baru akan dihitung komposisi berapa besaran Bipih yang dibayar jemaah dan berapa yang bersumber dari Nilai Manfaat,” terang Yaqut.
Sebagai informasi, pemerintah pada 2023 mengusulkan BPIH dengan rata-rata sebesar Rp98.893.909,11. Setelah dilakukan serangkaian pembahasan melalui Panja BPIH dan peninjauan harga, pada akhirnya disepakati BPIH 2023 rata-rata sebesar Rp90.050.637,26, dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp15.150 dan 1 SAR sebesar Rp4.040.
Selanjutnya, disepakati biaya Bipih yang dibayar jemaah pada 2023 rata-rata sebesar Rp49.812.700,26 (55,3 persen), sedang yang bersumber dari nilai manfaat sebesar rata-rata Rp40.237.937 (44,7 persen).
Sementara itu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan, usulan BPIH 2024 yang disampaikan pemerintah ke DPR lebih tinggi dibanding biaya haji 2023.
Menurutnya, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab, antara lain kenaikan kurs, baik Dolar maupun Riyal, dan penambahan layanan.
“Biaya Haji 2023, disepakati dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp15.150 dan 1 SAR sebesar Rp4.040. Sementara Usulan Biaya Haji 2024 disusun dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp16.000 dan 1 SAR sebesar Rp4.266,” terang Hilman.
“Kalau kita cek nilai tukar kurs Dolar terhadap Rupiah per hari ini sudah di angka Rp15.700-an. Nah, dalam usulan BPIH kita gunakan asumsi Rp16.000 karena kurs memang sifatnya sangat fluktuatif. Ini yang dalam skema Panja akan dibahas bersama dengan ahli keuangan untuk menentukan kurs yang paling tepat pada asumsi berapa?” sambungnya.
Selisih kurs ini, kata Hilman, berdampak pada kenaikan biaya layanan yang bisa diklasifikasikan dalam tiga jenis. Pertama, layanan yang harganya tetap atau sama dengan tahun 2023. Kenaikan dalam usulan BPIH 2024 terjadi karena adanya selisih kurs.
“Misalnya, transportasi bus salawat. Kami mengusulkan biaya penyediaan transportasi bus salawat tahun ini sama dengan 2023, sebesar SAR146. Tapi asumsi nilai kursnya berbeda. Sehingga ada kenaikan dalam usulan,” ujar Hilman.
Kedua, layanan yang harganya memang naik dibanding tahun lalu. Kenaikan usulan terjadi karena kenaikan harga dan selisih kurs. Misal, akomodasi di Madinah dan Makkah.
“Pada 2023, sewa hotel di Madinah rata-rata SAR1.373, tahun ini kita usulkan SAR1.454. Demikian juga di Makkah, ada kenaikan usulan dari tahun sebelumnya,” katanya.
Ketiga, layanan yang harganya naik dan volumenya bertambah. Kenaikan usulan terjadi karena selisih harga, selisih volume, dan juga selisih kurs.
Contohnya konsumsi di Makkah, tahun lalu disepakati dengan Komisi VIII DPR hanya 44 kali makan, meski pada akhirnya bisa disesuaikan menjadi 66 kali makan.
“Tahun ini kami usulkan layanan konsumsi di Makkah menjadi 84 kali makan, dengan rincian 3 kali makan selama 28 hari. Sehingga ada selisih volume. Harga konsumsi per satu kali makan pada tahun lalu dibanding tahun ini juga naik. Kenaikan bertambah seiring adanya perbedaan kurs,” jelasnya.
Hilman menegaskan bahwa usulan BPIH 2024 masih akan dibahas bersama Panja yang beranggotakan pihak pemerintah dan DPR. Panja akan melakukan serangkaian rapat, termasuk rapat membahas asumsi kurs yang paling ideal.
Panja juga akan melakukan pengecekan harga layanan, baik di dalam negeri maupun di Saudi.
Ada sejumlah komponen layanan dalam usulan BPIH 2024, yaitu biaya penerbangan, pelayanan akomodasi, pelayanan konsumsi, pelayanan transportasi, pelayanan di Arafah – Muzdalifah – Mina (Armuzna), pelindungan, pelayanan di embarkasi atau debarkasi, pelayanan keimigrasian, premi asuransi dan pelindungan lainnya, dokumen perjalanan, biaya hidup, pembinaan jemaah haji di Tanah Air dan di Arab Saudi, pelayanan umum di dalam negeri dan di Arab Saudi, serta pengelolaan BPIH. Hilman memperkirakan proses pembahasan di Panja BPIH ini akan berjalan sekitar satu atau dua bulan.
“Jadi berapa biaya haji 2024, masih menunggu hasil kerja Panja yang akan dibawa ke Rapat Kerja Komisi VIII DPR. Nantinya akan disepakati juga berapa biaya yang harus dibayar jemaah dan berapa yang bersumber dari nilai manfaat,” katanya.
“Tahun lalu, jemaah membayar rata-rata sebesar Rp49.812.700,26. Berapa yang dibayar tahun ini, semoga pemerintah dan DPR bisa merumuskan yang terbaik bagi jemaah haji Indonesia,” tandasnya. (far)