Febri mengatakan, sejauh ini bantahan dan klarifikasi sudah dilakukan pihaknya dan sudah diberitakan melalui beberapa media nasional. Hal ini penting dilakukan, karena masyarakat perlu mendapatkan informasi yang benar dan tidak mudah termakan hoaks dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Menurutnya, karena Indonesia adalah negara hukum, tentu ada konsekuensi dari penyebarluasan informasi menyesatkan yang tidak disertai data dan fakta sebenarnya tersebut.
Berdasarkan ketentuan UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, mengatur sebagai berikut:
Pasal 28 ayat (1) : “Perbuatan Yang Dilarang diantaranya: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”;
Pasal 45A Ayat (1) : “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.