Venezuela, lanjut Azuaje, akan mempertahankan klaim sejarahnya, namun juga bertekad untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
“Wilayah Esequiba merupakan wilayah Venezuela sejak dulu. Sengketa terkait wilayah ini merupakan warisan era kolonial. Sekarang, dengan dunia yang makin terbuka, kita harus menghapuskan warisan-warisan kolonial yang menghambat dengan tetap menghormati kedaulatan masing-masing,” kata Azuaje sebagaimana dikutip dalam siaran pers Universitas Moerstopo.
Karena itulah, Venezuela menolak putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2021 yang mendukung kedaulatan Guyana atas wilayah Esequiba. Venezuela menyatakan bahwa mereka tidak akan mengakui atau melaksanakan keputusan tersebut, seraya menegaskan bahwa pendekatan tersebut tidak mencerminkan pandangan dan klaim sejarah mereka.
“Esequiba sudah menjadi wilayah Venezuela sejak sebelum kemerdekaan dan akan tetap menjadi wilayah Venezuela di masa depan,” lugas Azuaje.
Untuk itu, referendum yang akan digelar pada 3 Desember 2023 hendak menanyakan kepada rakyat Venezuela, antara lain, apakah mereka setuju dengan posisi Caracas menolak yurisdiksi ICJ atas wilayah Esequiba dan menyetujui rencana untuk menggabungkan wilayah tersebut ke wilayah Venezuela dengan membentuk sebuah negara bagian bernama Guayana Esequiba.