Selain itu, masih menurut Lowy Institute, pengaruh diplomatik Indonesia justru naik signifikan. Ini juga sekaligus membantah apa yang disampaikan Anies, seolah Indonesia tak punya peran apa-apa di panggung politik dunia.
Sekali lagi, anggaran pertahanan memang bisa naik turun. Seperti, misalnya, pada masa pandemi Covid-19 kemarin, anggaran publik kita tentu lebih banyak dialokasikan untuk belanja kesehatan. Namun, sebagaimana dicatat oleh International Institute for Strategic Studies (IISS), yang secara berkala merilis laporan The Military Balance, meskipun porsi anggaran pertahanan Indonesia turun, tetapi rencana pertahanan kita saat ini adalah yang paling ekspansif di kawasan.
Jadi, kalau Ganjar benar-benar membaca laporan tadi, dan bukan sekadar mengutip untuk tampil seolah-olah mengerti soal pertahanan di panggung, mestinya data-data tadi tak akan digunakannya untuk menjatuhkan kinerja Kemenhan. Karena detailnya justru berkebalikan dengan ‘framing’ yang dibuat Ganjar.
Keempat, lontaran Anies yang mengkritik tidak dilibatkannya ASEAN dalam merespon gangguan RRC di Laut Cina Selatan, menunjukkan kalau dia tidak memahami organisasi ASEAN, dan sekadar berusaha melontarkan kata-kata keren saja. Saya 5 kali jadi Ketua Delegasi RI dalam Sidang Umum AIPA, organisasi parlemennya ASEAN, di mana Indonesia pernah mendorong terbitnya beberapa kali resolusi kemanusiaan atas krisis Rohingya yang terjadi di Provinsi Rakhine, Myanmar.