IPOL.ID – Civitas akademika Universitas Kristen Indonesia (UKI) menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk ikut menciptakan suasana kondusif jelang pemilihan umum (pemilu). Suasana berdemokrasi bisa tercoreng apabila pihak-pihak yang berkepentingan tidak menahan diri.
“Mendesak dihentikannya segala bentuk tindakan intervensi serta tindakan yang mengekang dan menindas kebebasan berekspresi dalam pelaksanaan pemilu 2024,” ujar pernyataan sikap bersama civitas akademika UKI yang dibacakan oleh Rektor UKI, Dhaniswara K Harjono di Kampus UKI Cawang Jakarta pada Selasa (6/1/2024). Pembacaan sikap tersebut mewakili rektor, senat universitas, pimpinan fakultas dan guru besar UKI.
Ia melanjutkan bahwa mencermati situasi politik di tanah air akhir-akhir ini, menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024, akademisi UKI melihat dan merasakan adanya gerakan dan tindakan yang berpotensi mencederai prinsip-prinsip moral, etika, demokrasi, kemanusiaan dan keadilan sosial. Terutama yang mengancam perpecahan bangsa.
“Sebagai kampus tertua ketiga di Indonesia, dan juga sebagai kampus reformasi, kami menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk ikut menciptakan suasana khususnya dalam masa pemilu untuk menentukan pemimpin bangsa Indonesia lima tahun ke depan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Dhaniswara.
Lebih tajam, dalam empat butir pernyataan sikap yang dibacakan terbut, UKI mengimbau pejabat penyelenggara negara, Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian, untuk selalu menjunjung tinggi sumpah jabatan, etika, moral serta mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok/golongan atau partai politik tertentu.
“Kami juga mengajak masyarakat dan sivitas akademika untuk mendukung pelaksanaan Pemilihan Umum yang Langsung Umum Bebas dan Rahasia (LUBER) serta Jujur dan Adil (JURDIL) demi tegaknya demokrasi dan hukum yang berkeadilan social, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta mementingkan kesejahteraan rakyat, mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga pasca pelaksanaan pemungutan suara,” kata Rektor UKI.
Ditanya ipol.id, apakah pernyataan sikap ini adalah murni suara kritis untuk kepentingan bangsa tanpa adanya kepentingan politik tertentu, UKI dengan tegas menyatakan independen. “Pernyataan sikap ini murni untuk kebaikan bangsa dan bukan untuk kepentingan elektoral siapapun,” kata Dekan FH UKI, Hendri Jayadi.
Hendri juga menekankan bahwa hukum tidak boleh dilanggar. Supremasi hukum harus ditegakkan. “Pelaksanaan Pemilu ada dasar hukumnya. Jadi, kalau ada pelanggaran dan terbukti ya harus diberi sanksi tegas. Jangan justru dicap ada politisasi dan sebagainya. Karena itu, penyelesaian perkara Pemilu harus transparan dan terbuka ke publik sehingga tidak menimbulkan fitnah dan pikiran-pikiran negatif,” tegasnya.
Rektor UKI lantas menguraikan bahwa hukum adalah panglima tertinggi di negara ini. Namun di atas itu semua ada etika dan moral yang harus dipegang dan dijunjung tinggi oleh semua pemangku kepentingan di dalam semua kehidupan bernegara.
Sebelumnya diberitakan berbagai kampus di tanah air turut bersuara menyatakan sikap terkait situasi demokrasi jelang pemilu 2024. Beberapa mengklaim mendapat tekanan dari penguasa yang ingin membungkam suara akademisi. Mereka semua kompak bahwa kondisi politik, keamanan dan demokrasi di Indonesia tidak lagi berjalan kondusif. Banyak pelanggaran etika dan hukum yang dilanggar utamanya oleh pemerintah.
Atas derasnya gelombang suara kritis dari berbagai kampus tersebut, Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana merespon negatif. Ia menilai sikap akademisi kampus tersebut sebagai sebuah narasi politik yang diorkestrasi pihak tertentu demi kepentingan elektoral.
Beberapa kampus, seperti UGM, UI, Unhas dan Andalas menyatakan, suara kritis mereka murni untuk kepentingan bangsa dan negara. Mereka khawatir kondisi bernegara dan berdemokrasi yang tidak baik ini bisa menimbulkan kekacauan dari rakyat. (tim)