“Pejabat dan politisi yang baik harus berakhlaq mulia dan menghindarkan diri dari konflik kepentingan sehingga terhindar dari dilemma-dilema yang bisa membuat mereka melanggar etika, meski secara hukum sah-sah saja. Jadi sumpah-jabatan para pejabat dan politisi, jargon BUMN berakhlaq, dan juga profesionalisme kerja bisa diimplementasikan secara baik. Oleh karena etika menjadi sangat penting dan tanpa hal itu hukum menjadi kering,” ujar Fachrizal.
Fully Handayani Ridwan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia sebagai pembicara menjelaskan bahwa dalam konteks relasi hukum dan etika, lembaga-lembaga hukum di Indonesia sebenarnya sudah memiliki aturan, prosedur dan perangkat-perangkat pengawasan etika.
“Ada Dewan Etik di Mahkamah Konstitusi, di pengadilan, di kepolisian, di DPR, di KPK dan lainnya. Problemnya tinggal apakah aturan, prosdur dan perangkat-perangkat itu dijalankan dan menjalankan tugas sebaik-baiknya atau tidak. Seringkali hal itu tidak berjalan baik karena menyangkut kepentingan penguasa dan pejabat. Selain itu juga memang dbutuhkan control civil society dan masyarakat luas dalam pengawasan. Sekarang ada internet yang bisa menjadi media efektif dan strategis untuk memainkan fungsi control itu,” jelas Fully.