“Saat ini jumlah ular endemik di Sulawesi hampir mencapai 60%. Jika dibandingkan Kepulauan Sundaland jumlah tersebut jauh lebih rendah, namun endemisitasnya lebih tinggi. Sumatera memiliki 127 spesies ular, dimana 16% di antaranya adalah endemik, sedangkan Kalimantan memiliki 133 spesies (23% endemik), Jawa dan Bali (110 spesies, 6,4%) bersifat endemik,” terang Amir.
Amir yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH) BRIN menuturkan, tingkat endemisitas yang tinggi dan kekayaan spesies yang relatif rendah kemungkinan besar terkait dengan periode isolasi Sulawesi yang lama dari Kepulauan Sunda Besar lainnya. Oleh karena itu para taksonom Enhydris (sebelumnya genus Hypsiscopus) menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi status taksonomi Hypsiscopus Sulawesi karena keterbatasan spesimen berpotensi menyesatkan dalam studi morfologi.
Sebagai informasi, Sulawesi adalah sebuah pulau di Kepulauan Indo-Australia yang terkenal dengan sejarah geologi yang unik dan hotspot keanekaragaman hayati bagi banyak spesies, serta pola endemisme pada taksa tertentu. Pulau ini memiliki beberapa danau purba yang terfragmentasi pada masa Pliosen, antara lain Danau Matano dan Danau Towuti, serta Danau Mahalona. Kedua danau besar tersebut dihubungkan dengan sistem sungai yang sangat terbatas.