IPOL.ID – Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Shtayyeh telah mengumumkan pengunduran diri dari pemerintahannya. Keputusan itu telah diajukan kepada Presiden Mahmoud Abbas.
Pengunduran diri Shtayyeh itu diambil karena meningkatnya kekerasan di wilayah yang diduduki dan perang di Gaza.
“Keputusan untuk mengundurkan diri diambil karena eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tepi Barat dan Yerusalem serta perang, genosida, dan kelaparan di Jalur Gaza,” kata Shtayyeh, yang menyerahkan pengunduran dirinya kepada Mahmoud Abbas, Senin (26/2), dilansir Aljazeera.
“Saya melihat bahwa tahap selanjutnya dan tantangannya membutuhkan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas baru di Gaza dan perlunya konsensus Palestina-Palestina yang didasarkan pada persatuan Palestina dan perluasan persatuan otoritas atas tanah Palestina,” katanya lagi.
Komentar Shtayyeh ini muncul ketika tekanan AS semakin meningkat terhadap Abbas untuk merombak Otoritas Palestina (PA) dan mulai bekerja pada struktur politik yang dapat memerintah negara Palestina setelah perang.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam berbagai kesempatan telah menolak seruan agar PA di bawah Abbas mengambil alih kendali atas negara Palestina dan memerintah Gaza.
Pekan lalu, anggota parlemen Israel mendukung penolakan Netanyahu terhadap pengakuan sepihak atas negara Palestina.
“Knesset dengan suara mayoritas menentang upaya untuk memaksakan pendirian negara Palestina kepada kami, yang tidak hanya akan gagal membawa perdamaian tetapi juga membahayakan negara Israel,” kata Netanyahu.
Namun, Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam pemungutan suara tersebut dan menuduh Israel menyandera hak-hak warga Palestina akibat pendudukan wilayah Palestina.
“Kementerian menegaskan kembali bahwa keanggotaan penuh Negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pengakuannya oleh negara-negara lain tidak memerlukan izin dari Netanyahu,” kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Sejak penandatanganan Perjanjian Oslo pada awal 1990-an, hanya sedikit kemajuan yang telah dicapai untuk mencapai solusi dua negara.
Kekerasan di Tepi Barat yang diduduki telah meningkat secara signifikan setelah serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober di Israel selatan yang menewaskan 1.139 orang.
Pemboman balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 29.000 warga sipil Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Para pejabat kesehatan Palestina juga mengatakan setidaknya 401 orang telah terbunuh oleh tembakan Israel di Tepi Barat yang diduduki selama periode yang sama. (far)