IPOL.ID – Polresta Bandara Soekarno-Hatta berhasil mengungkap kasus pornografi anak yang melibatkan jaringan internasional.
Kasus ini terungkap berkat kerja sama dengan Satuan Tugas Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak dari FBI.
Wakapolresta Bandara Soekarno-Hatta, AKBP Ronald Fredi Christian Sipayung mengungkapkan bahwa informasi awal tentang konten pornografi tersebut berawal dari FBI di Amerika Serikat.
“Polresta Bandara Soekarno-Hatta melakukan, membuat laporan pengaduan model A untuk menindaklanjuti laporan pengaduan ini,” ujarnya, dikutip Minggu (25/2).
“Pengaduan ini disertai dengan adanya beberapa konten porno yang melibatkan pelakunya adalah anak-anak Indonesia. Jadi anak-anak yang masih di bawah umur yang kesemuanya adalah laki-laki,” imbuhnya.
Kasus ini melibatkan lima tersangka, yakni HS, MA, AH, KR, dan NZ, yang memiliki peran berbeda-beda dalam jaringan ini.
Mereka terlibat dalam mencari dan menemukan anak untuk menjadi korban, merekam konten pornografi, dan ada yang berperan membeli konten melalui media sosial Telegram.
“Itulah yang kemudian diperjualbelikan dengan harga jual antara 50 dolar sampai dengan 100 dolar,” jelasnya.
Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta, Kompol Reza Pahlevi menambahkan, dari temuan FBI itu kemudian ditindaklanjuti dengan patroli siber dan berhasil mengidentifikasi satu pelaku utama yang diduga menerima keuntungan besar dari penjualan konten pornografi anak ini.
“Dari dua kegiatan yang parsial ini kita kawinkan informasi, sehingga kita bisa dapatkan satu pelaku yang diduga menikmati keuntungan ratusan juta rupiah dari hasil penjualan video porno,” sebutnya.
Dengan bantuan FBI, pihak kepolisian juga berhasil mengakses informasi keuangan digital melalui PayPal dan menemukan aliran dana yang terafiliasi dengan kasus ini.
Melalui bantuan FBI dalam mengakses informasi layanan keuangan digital PayPal, diketahui adanya tersangka yang terafiliasi menerima aliran dana dari kasus tersebut.
“Tim bergerak cepat dan berhasil mengamankan tersangka berinisial HS,” kata dia.
Dari penangkapan HS, polisi kemudian melakukan penyitaan terhadap sejumlah perangkat elektronik milik tersangka berupa handphone dan hardisk yang kemudian dilakukan analisis di laboratorium forensik.
“Kita rinci di sini ada 1.245 image foto dan 3.870 video,” ucapnya.
Dalam kasus ini HS berperan merekrut para korban anak dengan mendekatinya hingga dianggap menjadi sosok sebagai kakak yang sangat baik.
“Bagaimana ceritanya? Berawal dari perkenalan di salah satu media sosial. Korban yang masih di bawah umur memiliki akun media sosial tergabung dalam satu komunitas grup game online. Di situ korban bertemu dan dalam satu grup komunitas game online Free Fire dan Mobile Legends,” paparnya.
Pelaku mencoba mengajak korbannya bermain bersama game online tersebut dengan berinteraksi melalui chat hingga pelaku memberikan gift, chip, hingga skin kepada korban.
“Sehingga akhirnya timbul kepercayaan, pelaku memberanikan diri datang mengunjungi korban ke kediamannya. Datang dengan alasan untuk bermain,” ujarnya.
Dalam mendekati korbannya pelaku tidak sungkan untuk memberikan uang, barang, maupun handphone untuk mendapatkan kepercayaan korban dan juga orangtuanya.
“Dari situ kemudian pelaku mulai mengiming-imingi korban dengan bujukan, rayuan, hadiah, mau tidak kalau memerankan, diambil videonya, beradegan. Akan diberikan sejumlah uang,” ungkapnya.
“Karena korban melihat ini sosok seorang yang baik, terus memberikan sejumlah uang, membawakan makanan, sehingga korban percaya, terjadi iming-iming korban terperdaya. Termanipulasi,” lanjutnya.
Para tersangka yang kini perkaranya sudah lengkap dan akan segera menjalani persidangan, dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76E Undang-undang RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 65 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. (far)
Polri Bongkar Kasus Pornografi Anak Jaringan Internasional, 5 Tersangka Ditangkap
