Dengan kata lain, raket dan tangan hanyalah alat, tenis sebetulnya digerakkan oleh pikiran. Seseorang yang memiliki pukulan berkualitas dapat ditaklukan oleh pemain yang lebih cerdik dan pandai dalam membaca pertandingan.
“Selain itu mereka pun menurutku ogah-ogahan bermain rally. Sekalipun lapangan hardcourt di sini mempercepat laju bola, mereka pasti melalui momen itu. Meskipun pemain bisa menang cepat, mereka tetap bermain berjam-jam. Apalagi untuk juara, mereka perlu lima kemenangan, bukan cuma satu. Jadi ketika pemain-pemain itu bertemu lawan yang mengajak adu ketahanan, masalah seketika menghampiri,” ujarnya.
Tiongkok mengirim delapan petenis dalam dua pekan penyelenggatan turnamen resmi dalam kalender ATF ini. Martin mengungkapkan bahwa jarak dan pengalamannya menjadi pertimbangan utama dalam mengajak petenis junior Negeri Tirai Bambu tersebut untuk memulai karir mereka di Indonesia.
“Saya mengenal baik pelatih Sportama (Paul Sindunata). Dia salah satu pelatih top yang saya kenal. Turnamen ini juga diselenggarakan dengan baik. Ada lapangan latihan, ada sarana yang menunjang kebugaran lain pula,” ujarnya.