IPOL.ID – Sejumlah Pengurus Besar Komunitas Aktivis Muda (PB KAMI) bersama aktivis lainnya melakukan aksi unjuk rasa menyampaikan pendapat di depan Gedung Kementerian Perdagangan RI, Jakarta, Rabu (27/3).
Dalam aksi demonstrasi tersebut, Ketua Umum (Ketum) PB KAMI, Sultoni menyampaikan, pihaknya merasa prihatin karena masih adanya dugaan praktik produksi pelumas / oli palsu dengan merek dagang terkenal.
Sejatinya oli palsu tersebut juga merugikan produsen oli asli dan merugikan konsumen pemilik kendaraan bermotor.
Sehingga dia mendesak agar Kementerian Perdagangan segera melakukan pengecekan kembali perizinan serta menutup pabrik-pabrik yang memproduksi oli palsu tersebut.
“Kami meminta kepada pihak Kementerian Perdagangan untuk terjun sampai ke akar-akarnya, kemarin sudah benar Wamendag Jerry Sambuaga telah melakukan sidak (inspeksi mendadak) dan menutup pabrik oli palsu di Tangerang, tapi kami minta itu berkelanjutan, menurut informasi masyarakat, masih banyak pabrik yang memproduksi oli palsu dalam skala besar, kemarin disidak itu bukan kelas kakap-nya,” kata Sultoni pada awak media di depan Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Rabu (27/3).
Sultoni menduga PT NDK yang dimiliki saudara Yosep diduga kuat melakukan kegiatan pemalsuan oli dan spare part dengan kemasan Honda (AHM). Menurut informasi dari masyarakat bahwa lokasi gudang pembuatan oli palsu dan spare part palsu bermerek Honda di Pergudangan Sentral Kosambi, Blog G, No. 5, Tangerang Kota dan diduga di lokasi itu terdapat kurang lebih 6 gudang.
Adanya dugaan praktik pemalsuan seperti ini seharusnya menjadi konsentrasi dari Kemendag dan kementerian atau lembaga, serta penegak hukum.
Aturan perdagangan tidak boleh memalsukan atau menduplikasi. Harus sesuai Undang-Undang (UU), produksi oli palsu tersebut melanggar UU konsumen karena tidak melakukan produksi dengan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pembuat pelumas ilegal telah melanggar Undang-Undang Konsumen Pasal 62, karena tidak melakukan produksi sesuai ketentuan yang berlaku serta dapat dikenakan sanksi 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar.
“Yang saya mau pertanyakan, mengapa sampai sekarang Kementerian Perdagangan tidak melakukan pengawasan lebih lanjut, seperti mengecek izin usaha beberapa pabrik yang diduga melakukan pembuatan oli palsu, lalu apakah ada perjanjian kerja sama dengan pihak terkait,” ujar Sultoni.
Selain itu, sesuai dengan tupoksi dari Direktorat Pelindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag sesuai UU No. 8 Tahun 1999 hanyalah terkait masalah standar dan mutu.
Sultoni menilai, peran pemerintah dalam mewujudkan perlindungan terhadap konsumen adalah melalui peningkatan standarisasi, pemberdayaan konsumen, pengawasan barang dan atau jasa yang beredar, tertib ukur serta pengendalian mutu barang dan atau jasa dan peningkatan upaya perlindungan konsumen belum maksimal.
Tindak lanjut pengamanan tersebut, sambungnya, kemudian dilakukan proses penegakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan berlaku. Agar ada efek jera bagi pelaku usaha untuk memproduksi pelumas sesuai ketentuan berlaku.
“Kami hanya ingin mengingatkan pihak-pihak terkait agar berkelanjutan dalam menindak dan lebih fokus lagi untuk menangani permasalahan oli palsu ini, sehingga terciptanya ketertiban dalam berusaha dan juga masyarakat tidak dirugikan lagi ke depannya,” pungkasnya. (Joesvicar Iqbal)