IPOL.ID – Pembangunan Masjid Tjia Kang Ho yang berlokasi di Jalan H Soleh, RT 02/07, Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, kini sudah mencapai 80 persen lebih. Bahkan masjid tersebut sudah bisa digunakan untuk salat Tarawih pada bulan Ramadan 1445 Hijriah.
Pendiri Masjid Tjia Kang Ho, Budiyanto Tjia mengatakan, pembangunan masjid saat ini sudah mencapai tahap 80 persen lebih, terhampar di lahan seluas kurang lebih 793 meter persegi dan bangunan dengan luas 297,5 meter persegi ini masih dalam proses finishing.
Tetapi sejak awal puasa Ramadan tahun ini, masjid sudah bisa digunakan untuk kegiatan salat Tarawih maupun salat lima waktu. Kapasitasnya bisa menampung sekitar 300 jemaah, baik di bagian dalam maupun teras luar.
“Tahun ini masjid baru kita pergunakan untuk salat lima waktu, Tarawih dan salat Idul Fitri/Idul Adha. Tapi pengerjaannya sudah 80 persen lebih ya, masih finishing buat gapura depan belum seluruhnya rampung,” kata Budiyanto yang merupakan anak dari Haji Abdul Soleh/Tjia Kang Ho, Senin (18/3).
Menurutnya, jika pembangunan sudah rapi seluruhnya maka akan disusun agenda rutin kegiatan syiar Islam di masjid tersebut. Saat ini masih proses finishing, dipasangi conblock di samping dan depan halaman masjid, pembuatan taman, pengaspalan akses jalan menuju masjid dan pembuatan kantor DKM yang ada di belakang masjid.
“Sama dengan dinding wajah masjid, ini akan dicat warna merah dan kuning emas semua,” tutur Budiyanto.
Bahkan untuk ornamen dinding masjid yang dekat mimbar pada dindingnya dipasangi dengan bahan kuningan yang terbuat dari hasil kerajinan tangan dan sengaja didatangkan dari Daerah Boyolali, Jawa Tengah.
Disebutkan, Masjid Tjia Kang Ho ini dibangun pada Oktober 2022 lalu, dengan anggaran kurang lebih Rp5 miliar. Nama masjid ini diambil dari nama ayahnya yang diberi nama Masjid Tjia Kang Ho. Kemudian karena mualaf maka nama kakeknya berubah menjadi H Abdul Soleh.
Ketua DKM Masjid Tjia Kang Ho, Muhammad Wildan Hakiki menambahkan, masjid ini dulunya adalah rumah tinggal kakeknya tersebut. Setelah rapat keluarga maka disepakati lahan dibangun masjid.
Bangunan dibentuk seperti model kelenteng karena dia dan keluarganya merupakan asli keturunan Tionghoa. Agar tidak menghilangkan kultur warisan nenek moyang-nya maka masjid dibangun menyerupai kelenteng.
“Ini mengambil contoh pada masjid di wilayah lain seperti di Masjid Al-Imtizaj di Jalan Banceuy Nomor 8, Kota Bandung, Jawa Barat”.
Kemudian Masjid Muhammad Cheng Hoo di Jalan Gading, No. 2, Ketabang, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur yang menjadi simbol perdamaian umat beragama. Kemudian ada Masjid Tan Kok Liong did Cibinong, yang dibangun pada Tahun 2005 oleh Anton Medan, seorang mantan narapidana yang memeluk agama Islam sejak 1992.
Wildan memaparkan, Masjid Tjia Kang Ho yang memadukan arsitektur agama Islam, budaya China dan Betawi ini dibangun di tengah pemukiman warga yang mayoritasnya etnis Tionghoa menganut agama Budha dan Konghucu.
Mereka pun terbilang masih keluarganya sendiri yang belum memeluk agama Islam. Dibangunnya masjid ini digagas oleh ayahnya, Budiyanto Tjia dengan tujuan untuk menyiarkan agama Islam di wilayah tersebut.
“Masjid Tjia Kang Ho ini memiliki lima bagian pagoda yang mencerminkan Rukun Islam, yaitu syahadat, salat, zakat, puasa, dan naik haji bagi yang mampu,” tutur Wildan.
Kemudian, bagian pagoda di atap induk terdiri tiga susun yang mencerminkan rukun atau kerangka dasar beragama yang benar sebagai jalan menuju surga yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Pada pagoda kecil dibangun dua susun memiliki arti untuk mencapai kebahagiaan dunia, akhirat yang perlu ditempuh hubungan dengan Allah SWT dan sesama makhluk hidup, baik manusia maupun makhluk hidup lain.
Menjadi ciri khas bangunan budaya Tionghoa ini adalah pada bentuk pagoda, sudut atap, warna merah dan sejumlah ornamen yang menunjukkan asal mayoritas warga sebagai etnis Tionghoa. Lalu ciri bangunan Betawinya terlihat dari adanya ornamen gigi balang yang ada pada tepi atap rumah-rumah masyarakat Betawi berbentuk segitiga dan bulatan. Ornamen itu dipasang pada lisplang.
Sementara, Ketua RT 02/07 Pekayon, Yoyong Suwandi menambahkan, di wilayahnya memang masih banyak etnis Tionghoa dan semua hidup dalam kerukunan. Dia sendiri mengaku sangat senang adanya masjid yang dibangun dengan model klenteng.
Karena ini menjadi simbol keberagaman umat beragama. Tak jauh dari masjid juga terdapat gereja dan pura. Kehidupan masyarakat sekitar saling menghormati dan guyub walau berbeda keyakinannya.
“Semoga dengan adanya keberagaman ini masyarakat tetap guyub, saling menjaga kerukunan umat beragama selamanya,” harap Yoyong.
Selain itu, warga sekitar juga selalu menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. Sehingga kehidupan warganya tetap harmonis dan hidup dalam kedamaian.
Menurutnya, adanya masjid yang berarsitektur khas Tionghoa ini adalah bukti kuat perpaduan akulturasi budaya. Tidak hanya khas Betawi dan Jawa namun budaya Tiongkok pun berhasil mempengaruhi corak masjid berwana merah dan kuning keemasan tersebut.
Sebelumnya diberitakan, pada bulan suci Ramadan 1444 Hijriah ada cerita menarik dengan dibangunnya Masjid Tjia Kang Ho di Jalan H Sholeh, RT 02 RW 07, Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Masjid tersebut menjadi contoh indahnya toleransi agama dan budaya.
Sedianya masjid yang dominan dengan warna merah itu memadukan arsitektur agama Islam, budaya China dan Betawi. Dibangun di tengah permukiman warga mayoritas etnis Tionghoa yang menganut agama Budha dan Konghucu.
Masjid Tjia Kang Ho yang berdiri di atas lahan seluas 793 meter persegi dan bangunan dengan luas 297,5 meter persegi juga terletak berdekatan dengan Vihara dan Gereja.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Tjia Kang Hoo, Muhamad Wildan Hakiki, 29, menuturkan, masjid ini dibangun dan digagas oleh ayahnya Budiyanto Tjia dengan tujuan untuk menyiarkan Agama Islam.
“Memang inginnya Masjid model China, karena lingkungan di sini China semua. Masih saudara juga dan kita inginnya merangkul semua, ingin mensiarkan Islam,” tutur Wildan di kawasan Tipar, Pasar Rebo, Kamis (30/3).
Sebagai referensi pembangunan masjid itu melihat arsitektur bangunan Masjid Raya Cheng Ho Surabaya, Masjid Babah Alun di Jakarta Utara. Dan untuk ukirannya melihat dari Petak Sembilan.
Lebih jauh, dikatakannya, nama Tjia Kang Ho yang digunakan untuk masjid pun diambil dari nama Almarhum kakek Wildan yakni Tjia merupakan Marga sementara Kang Ho merupakan nama Tionghoa.
Setelah menganut agama Islam Tjia Kang Ho berganti nama menjadi Abdul Soleh sejak sekitar Tahun 1980 silam menjadi mualaf, dan semasa hidup sudah menunaikan ibadah Haji.
“Ini dulu rumah engkong saya terus dibongkar, dihancurin diratakan semua sampai dibangun masjid ini. Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan tanggal 8 Oktober 2022,” terang Wildan.
Masjid Tjia Kang Ho kini memang belum dapat digunakan untuk melaksanakan ibadah karena masih dalam proses pembangunan. Namun dari Jalan Tipar keindahan arsitekturnya mulai dapat terlihat.
Masjid Tjia Kang Ho nantinya akan memiliki lima bagian pagoda yang mencerminkan Rukun Islam, yaitu syahadat, salat, zakat, puasa, dan naik haji bagi yang mampu.
Bagian pagoda pada atap induk terdiri 3 susun yang mencerminkan rukun atau kerangka dasar beragama yang benar sebagai jalan menuju surga yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Pagoda kecil dibangun dua susun memiliki arti untuk mencapai kebahagiaan dunia, akhirat perlu ditempuh hubungan dengan Allah dan sesama makhluk hidup, baik manusia maupun mahluk hidup lain.
Ciri bangunan budaya Tionghoa tampak pada bentuk pagoda, sudut atap, warna merah, dan sejumlah ornamen yang menunjukkan asal mayoritas warga sebagai etnis Tionghoa.
Kemudian pada ciri bangunan Betawi terlihat dari gigi balang atau bagian yang ada pada tepi atap rumah-rumah masyarakat Betawi berbentuk segitiga dan bulatan, ornamen ini dipasang pada lisplang.
“Siapa tahu ada (warga) yang ingin hijrah ke muslim, kan alhamdulillah. Kita mensiarkan Islam. Inginnya jalan ke depan seperti itu. Ini keinginan dari papah saya, membuat Masjid dengan ornamen China begini,” ujar Wildan.
Dia mengatakan, warga sekitar yang mayoritas berbeda keyakinan agama menyambut baik pembangunan Masjid Tjia Kang Ho, bahkan sejak awal sudah turut membantu. (Joesvicar Iqbal)