IPOL.ID – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres 2024) dengan perolehan 96.214.691 suara atau 58,58%.
“Penetapan itu bakal disetujui oleh mayoritas publik. Begitu tergambar dari survei nasional yang kita lakukan beberapa waktu sebelum penetapan,” kata Direktur KCI Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ardian Sopa dalam paparannya pada awak media di Jakarta Timur, Jumat (22/3).
Ardian menjelaskan, sebesar 89.8% menyatakan akan setuju dengan keputusan KPU. Sebesar 9.3% menyatakan tidak setuju dengan keputusan KPU.
Hasil resmi dirilis KPU mengenai pilpres dan pileg, tidak jauh berbeda dengan hasil quick count dilakukan LSI. Hasil resmi KPU Prabowo-Gibran mendapatkan 58.58%, hasil hitung cepat LSI Denny JA sebesar 58.47%.
“Hanya selisih 0.11% saja”.
Tapi koalisi partai Prabowo-Gibran tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju belum mayoritas suara di DPR RI. Perolehan suara di partai Koalisi Indonesia Maju sebesar 43.18%, berasal dari Golkar sebesar 15.29%, Gerindra 13.22%, Demokrat 7.43%, PAN 7.24%.
Agar pemerintahan kuat, lanjutnya, Prabowo-Gibran perlu dukungan partai tambahan. Perlu ada koalisi partai semi permanen minimal 20 tahun.
Koalisi partai semi permanen 20 tahun ini penting. Menurutnya, karena program raksasa seperti pindah ibukota, hilirisasi, digitalisasi, dan makan siang gratis membutuhkan konsolidasi minimal 20 tahun agar tak goyah.
Ganti presiden yang datang dari oposisi dapat mengganti program itu atau membuatnya gagal sebelum kematangan eksekusi program itu.
Bagaimana suara publik mengenai koalisi partai semi permanen? Ardian mengungkapkan, koalisi partai semi permanen ternyata mendapat tempat di hati publik. Sebesar 75.8% publik setuju dengan koalisi partai semi permanen.
“Dari data diatas kita bisa melihat bahwa mayoritas publik (89.8%) menyatakan setuju keputusan KPU memutuskan pasangan Prabowo-Gibran menang satu putaran,” ujarnya.
“Jika kita bedah dari pemilih capres 2024, didapat data bahwa baik itu pemilih 01, 02, maupun 03, mayoritas setuju keputusan KPU,” tambahnya.
Pemilih 01 yang setuju dengan keputusan KPU sebesar 79.9%. Pemilih 02 yang setuju dengan keputusan KPU sebesar 93.8%. Pemilih 03 yang setuju keputusan KPU sebesar 90.5%.
“Pemilih Prabowo-Gibran yang tertinggi persetujuanya dengan KPU. Di ikuti pemilih Ganjar-Mahfud, baru pemilih Anies-Muhaimin,” tandasnya.
Dari sisi pemilih partai, pemilih partai yang berada di Koalisi Indonesia Maju (Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN) persetujuannya diatas 95% dengan tertinggi adalah pemilih Gerindra(98.6%). Selanjutnya, pemilih Golkar (95.9%), PAN (96.7%) dan Demokrat (95.1%).
Pemilih PDIP yang setuju sebesar 92.4%, Pemilih PKB (83.1%), Nasdem (79.4%), PKS (71.4%).
“Sehingga hasil kemenangan pasangan Prabowo-Gibran satu putaran sudah diketahui pada hari pencoblosan melalui quick count (hitung cepat) yang dilakukan LSI,” ungkap Ardian.
“Jika kita bandingkan hasil KPU dengan hitung cepat LSI Denny JA, hasilnya presisi. Hitung cepat LSI Denny JA diumumkan pada hari H, KPU mengumumkan hasilnya lima minggu kemudian,” tambah dia.
Selain presisi di pilpres, hitung cepat LSI juga presisi di pemilihan legislatif. Sebagai contoh misalnya melihat perolehan tiga partai terbesar.
PDIP dihitung cepat mendapatkan 16.91%. Hasil resmi KPU sebesar 16.73%. Selisihnya 0.18%.
Golkar dihitung cepat mendapatkan 14.90%. Hasil resmi KPU sebesar 15.29%. Selisihnya 0.39%.
Gerindra dihitung cepat mendapatkan 13.43%. Hasil resmi KPU mendapatkan 13.22%.
Selanjutnya, terdapat empat program, tiga di antaranya meneruskan langkah Jokowi, dan satu program khas Prabowo-Gibran.
Program yang meneruskan Jokowi yaitu, pindah ibukota IKN dengan publik yang setuju sebesar 68.4%. Program hilirisasi agar Indonesia tidak menjual bahan mentah ke luar tapi bahan yang diolah, ini terima publik sebesar 87.9%. Kemudian program digitalisasi pemerintah agar kurangi korupsi, yang di approval publik sebesar 92.4%.
Program khas Prabowo-Gibran yaitu makan siang dan susu gratis yang diterima/diapproval/disetujui publik sebesar 80.1%.
Program IKN, Hilirisasi, Digitalisasi, makan siang gratis, hanya terlaksana tuntas, dengan membutuhkan waktu minimal 20 tahun berjalan, tanpa interupsi.
Sementara, 20-25 tahun dari sekarang yaitu 2045-2050, Indonesia diprediksi banyak lembaga international menjadi negara ke-4 terbesar di dunia.
“Jokowi (presiden menjabat) dan Prabowo (presiden terpilih) berada di momen historik, meletakan dasar transisi Indonesia menuju 2045 (20 tahun lagi),” paparnya.
Sedangkan program utama mereka (IKN, Hilirisasi, Digitalisasi, Makan siang gratis) juga perlu waktu minima 20 tahun untuk tuntas.
Maka momen 20 tahun ini (2024-2045) perlu dikawal oleh kekuasaan berkelanjutan dengan misi yang sama.
Lalu kenapa koalisi partai semi permanen 20 tahun itu penting? Ardian menambahkan, pertama, program raksasa seperti pindah ibukota, hilirisasi, digitalisasi, dan makan siang gratis membutuhkan konsolidasi minimal 20 tahun agar tidak goyah.
Kedua, ganti presiden yang datang dari oposisi dapat mengganti program itu atau membuatnya gagal sebelum kematangan eksekusi program itu.
Ketiga, koalisi partai semi permanen lebih dapat memastikan 4 program raksasa itu tercapai.
Kemudian apa yang bisa membatalkan koalisi partai semi permanen? Lanjut Ardian, pertama, jika lahir presiden baru di 2029, 2034, 2039, yang lebih populer dari oposisi.
“Kedua, karena itu koalisi semi permanen 20 tahun ini perlu juga memastikan memiliki capres yang terpilih di pilpres 2029, 2034, dan 2039,” pungkas Ardian. (Joesvicar Iqbal/msb)