Secara demografi, tren penurunan selama setidaknya lima tahun ini masih sejalan dengan kebijakan dan program pemerintah Indonesia untuk meningkatkan usia kawin pertama, kata Merry. Semakin tinggi usia tersebut, masa reproduksi menjadi lebih pendek dan jumlah anak yang dilahirkan kemungkinan lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang menikah pada usia muda. Secara kesehatan, ini akan diiringi penurunan angka kematian ibu dan bayi. Ia menambahkan, “Kalau dari awalnya baik, kualitas SDM-nya akan baik juga ke depannya.”
Amanda mengakui sekarang ini tidak banyak teman-teman sebayanya yang sepemikiran: tidak memiliki target untuk menikah atau tidak terlalu fokus dalam mengejar target untuk menikah. Ia, katanya lagi, “Tidak juga mematokkan diri bahwa misalnya aku tidak akan menikah sebelum mencapai sesuatu.”
Sekarang ini ia lebih menitikberatkan aktivitasnya untuk mengembangkan potensi diri dan membuat nyaman dengan diri sendiri.
Sementara itu, sebagai lajang, Diva masih mempertanyakan kesiapan dirinya untuk melangkah ke pernikahan, suatu perubahan besar dalam hidup. Namun ia mengaku tidak terpengaruh oleh tren menunda pernikahan. Ia masih ingin menikah segera. Dengan catatan, “Kalau menemukan orang yang tepat, saya rasa cocok untuk menikah, sejalan dengan visi dan situasi hidup saya, dengan senang hati saya ingin menikah,” pungkasnya. (tim/voa)