Djoko menyampaikan bahwa hasil analisis deformasi data bulanan sebagai indikator titik kritis gempa bumi adalah adanya perubahan arah vektor/anomali perpindahan sebelum Gempa Bumi Banten 2019. “Perubahan vektor perpindahan disebabkan “elastic reborn” sebelum terjadinya gempa,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Djoko, dengan adanya anomali perpindahan vektor pada deret waktu data GNSS dilakukan pengujian dengan data gempa bumi sebelum Gempa banten 2019. “Dua gempa 5Mw sebelum Gempa Banten 2019 (5,0 Mw 12/5/2019 dan 5,1 Mw pada 28/7/2019) di muka selat Sunda dan selatan pelabuhan Ratu, tidak memberikan dampak perubahan arah vektor perpindahan pada deret waktu grafik GNSS Ina CORS di Sumatera bagian selatan,” jelasnya.
Dalam penelitian ini pun dilakukan analisis deformasi daerah penelitian yang mana masuk siklus gempa yang baru pasca Gempa Banten 2019. “Dengan adanya perubahan kontras fase interseismik dan co-post seismik maka dapat ditafsirkan bahwa segmen Selat Sunda sudah memasuki fase siklus gempa yang baru,” kata Djoko.