“Sekalipun dia punya pilihan baik pilihan politik maupun apapun, dia tetap punya namanya otonom dalam dirinya dan dia berhak mengutarakan itu, tanpa tekanan, tanpa batasan apapun,” tegas aktivis 98 itu.
“Kadang-kadang kan kita takut menyuarakan apa yang kita pikirkan. Kita khawatir karena ketakutan akan posisi jabatan kehilangan sesuatu, tidak. Padahal akhirnya nanti kan semua akan berakhir. Banyak yang terpanggil, sedikit yang terpilih dan hitungan jari yang sampai,” sambung dia.
Selain itu, Mangapul menjelaskan buku ini mengandung histroris perjalanan hidupnya sebelum menjadi aktivis yang ikut melengserkan Presiden ke-2 Soeharto.
“Jadi yang harus dicatat juga peristiwa 98 itu bukan peristiwa tunggal ya. Ada rangkaian sejarah, jadi 98 itu hanya sebuah momentum saja. Lain sebelum itu, banyak. Saya 89 itu masih SMA, tapi selebaran (ajakan demo) sudah dapat,” papar dia. (Yudha Krastawan)