IPOL.ID – Drama Korea (drakor) merapakan salah satu dari serbuan budaya korea ke seluruh dunia. Seni budaya Korea yang kini populer di seluruh dunia tersebut memberikan dampak langsung yang sangat baik bagi industri pariwisata Korea Selatan (Korsel) yang menyumbangkan devisa besar bagi negaranya.
Demikian disampaikan oleh Prof. Didik J. Rachbini dalam Webinar “Korean Drama: Why Is It Inspiring?” yang diselenggarakan secara daring oleh The Lead Institute – Universitas Paramadina, Rabu (15/5/2024) dan dipandu moderator Maya Fransiska.
“Hal ini yang patut menjadi contoh dan semestinya dipelajari oleh pemerintah, pemangku kepentingan, para pelaku industri kreatif dan pekerja seni Indonesia dalam upayanya mengembangkan industri kreatif di bidang seni budaya dan pariwisat,” tegas Rektor Universitas Paramadina ini.
Phil. Suratno Muchoeri dalam pengantarnya menyatakan bahwa di Indonesia, drakor bisa dikatakan sangat populer, bahkan lebih populer dibanding film dan drama TV Indonesia sendiri.
“Pada triwulan I tahun 2020, hasil survei yang dilakukan kepada sekitar 2000 responden di beberapa negara dunia, masyarakat Indonesia ada dalam urutan pertama (31 persen) yang paling sering nonton film dan drama TV Korea dengan rata-rata durasi menonton 1,5 hingga 3 jam per hari melalui berbagai platform, baik berbayar maupun tidak.” Papar Suratno.
Ia memaparkan bahwa Hallyu atau Korean Wave merupakan salah satu budaya populer yang dikembangkan melalui industri seni budaya sebagai salah satu penopang perekonomian masyarakat Korsel.
Naziatul Azwa, peminat drakor berkebangsaan Malaysia dan tinggal di Korea menyatakan bahwa apa yang ditampilkan di drakor hanya menampilkan sebagian wajah masyarakat Korea, karena pada dasarnya realitas hidup di Korea Selatan yang sekuler itu bisa dibilang sangat kompetitif.
“Hampir rata-rata orang Korsel berpandangan materialistis dan kerap menilai apapun dari perspektif materi dan tampilan luar. Angka bunuh diri dalam masyarakat Korea terbilang cukup tinggi bisa jadi disebabkan oleh faktor ini. Ditambah lagi pandangan hidup mereka yang sekuler, berbeda dari Indonesia dan Malaysia yang merupakan masyarakat agama/spiritual,” ungkap Azqa.
Narasumber lainnya, Ria Oktorina, mengatakan bahwa drama merupakan salah satu sarana hiburan yang terjangkau oleh berbagai kalangan, khususnya bagi perempuan dewasa dan kaum ibu. “Kehadiran drama ini merupakan salah satu wadah ‘healing’ efektif, hal ini karena banyak drama Korea yang menampilkan kisah-kisah yang dekat dengan realita kehidupan sehari-hari ataupun kisah-kisah fantasi yang ringan dan menghibur,” terang Ria.
Dari perspektif proses produksinya, disamping keunggulannya dalam menampilkan aktor dan aktris yang menarik dari sisi good looking, film-film dan drakor seri Korsel dibuat melalui riset dan persiapan yang matang yang didukung oleh kolaborasi proses produksi yang profesional.
“Hallyu atau Korean Wave ini pada kenyataannya memang sangat mempengaruhi gaya hidup orang Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya produk kuliner, fashion, skincare Korea di Indonesia. Bahkan banyak pula produk-produk lokal Indonesia yang membuat varian khusus Korea pada produk-produknya guna meningkatkan omset penjualanny,” pungkas Ria. (tim)