IPOL.ID – Presiden Kolombia Gustavo Petro pada hari Rabu (1/5) mengatakan pemerintahnya akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada Kamis (2/5), sebagai tanggapan atas perang Israel-Hamas di Gaza.
Berbicara pada sebuah pawai di Ibu Kota Kolombia, Bogota, Petro menggambarkan kepemimpinan Israel melakukan “genosida.” “Jika Palestina mati umat manusia pun mati, dan kami tidak akan membiarkannya mati,” kata Petro, dilansir VOA Indonesia, Kamis (2/5)
Pernyataannya segera ditanggapi Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, yang menyebut keputusan Petro sebagai hadiah untuk Hamas.
“Sejarah akan mengingat bahwa Gustavo Petro memutuskan untuk memihak monster paling hina yang dikenal umat manusia, yang membakar bayi, membunuh anak-anak, memerkosa perempuan dan menculik warga sipil yang tak bersalah,” kata Katz di X.
Sementara Israel mempersiapkan rencana operasi militer di Rafah, pada hari Rabu Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berbicara dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
Seorang juru bicara Pentagon mengatakan, Austin “menekankan perlunya setiap operasi militer yang mungkin dilakukan Israel di Rafah agar memasukkan rencana kredibel untuk evakuasi warga sipil Palestina dan mempertahankan aliran bantuan kemanusiaan.”
Austin juga menegaskan kembali dukungan AS bagi pertahanan Israel, selain “komitmen untuk pemulangan seluruh sandera tanpa syarat dan menyampaikan tentang pentingnya meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza untuk memenuhi zona tersebut, sambil memastikan keselamatan warga sipil dan pekerja bantuan.”
Pembahasan mereka itu menyusul kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Israel di tengah-tengah upaya untuk menuntaskan rincian bagi upaya gencatan senjata yang sulit dilakukan.
Blinken bertemu dengan PM Israel Benjamin Netanyahu dan para pejabat Israel lainnya, serta keluarga beberapa sandera yang masih ditawan oleh Hamas di Gaza.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, Blinken “menekankan bahwa Hamaslah yang menghalangi gencatan senjata,” Kelompok militan tersebut sejauh ini menolak menerima rencana yang menyerukan penghentian perang selama beberapa pekan, seiring dengan kegagalan Hamas membebaskan sanderanya dengan imbalan pembebasan warga Palestina yang dipenjarakan oleh Israel.
Israel melancarkan serangan untuk melenyapkan Hamas setelah kelompok militan itu menyerang Israel pada Oktober lalu yang menewaskan 1.200 orang.
Hamas juga menyandera sekitar 250 orang dalam serangan tersebut. Hamas diduga masih menyandera sekitar 100 orang, selain menahan jasad sekitar 30 lainnya yang terbunuh atau meninggal dunia pada bulan-bulan berikutnya.
Serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 34.500 orang, sekitar dua per tiganya adalah perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan di Gaza. (far)