Menurut LPSK, dalam beberapa kasus para APH seperti KPK tidak mengacu pada UU Nomor 31 Tahun 2014 karena lebih merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011.
“UU Nomor 31 ini yang belum diterapkan sampai sekarang. Sudah diterapkan tapi parsial, jadi bukan semua kasus. Hanya beberapa kasus yang menggunakan mekanisme itu,” katanya.
Susilaningtias menegaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan para aparat penegak hukum, termasuk Jaksa Penuntut Umum KPK terkait pemberian rekomendasi justice collaborator.
Diharapkan dengan koordinasi itu, nantinya pemberian status justice collaborator dilakukan sesuai UU Nomor 31 Tahun 2014, sehingga saksi pelaku yang mendapat tepat sasaran.
Karena sebagai saksi pelaku menjadi justice collaborator mendapat keistimewaan berupa pengurangan hukuman saat penuntutan dan ketika divonis, pemisahan ruang tahanan.
“Ini lagi kami diskusikan ulang berkaitan dengan mekanismenya. Karena selama ini sebelum ada UU Nomor 31 kan memang seperti itu ya, jadi penetapan (justice collaborator) oleh KPK,” tandasnya. (Joesvicar Iqbal)