IPOL.ID – Keluh kesah dilontarkan para pedagang Keris di Pasar Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur. Lantaran mereka menilai pemerintah pusat kurang memperkenalkan hingga menyosialisasikan Keris sebagai warisan budaya Indonesia.
Keluhan itu diutarakan oleh Ketua Persatuan Pengusaha Keris Jakarta (PPKJ) Rawa Bening, Joko Supriadi bahwa sampai dengan saat ini Keris (senjata tradisional) masih luput dari perhatian pemerintah. Sehingga masyarakat luas tidak banyak mengetahuinya.
Meski United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengakui Keris sebagai karya agung warisan kemanusiaan milik seluruh bangsa di dunia.
“Dukungan pemerintah enggak ada, hari Keris (nasional) saja sampai sekarang enggak ada,” ungkap Joko di Pasar Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (28/5/2024).
Menurutnya, secara nasional saja pamor Keris masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Wayang dan Batik yang sama-sama sudah mendapatkan pengakuan dari UNESCO PBB.
Hal itulah yang menjadi dasar sekitar 30 anggota PPKJ Rawa Bening bekerja sama dengan Perumda Pasar Jaya Pemprov DKI Jakarta dalam waktu dekat akan menggelar pameran Keris di Pasar Rawa Bening.
Nantinya, pengunjung yang datang ke pameran akan mendapatkan edukasi dan penjelasan secara rinci tentang segala hal seputar mengenai Keris asal Jawa, baik dari proses pembuatan, material keris, dan filosofi apa terkandung dalam Keris.
“Nanti dalam pameran akan di tempatkan satu sampai dua orang untuk memberikan edukasi. Urusan tentang benda seni atau filosofi bisa ditanyakan langsung. Tapi pameran saja, bukan kontes. Karena keris tidak bisa dikonteskan ya,” sambungnya.
Lebih lanjut, kata Joko, soal minimnya perhatian pemerintah itu mengakibatkan masyarakat cenderung menilai Keris sebagai benda mistis, bukan dilihat memiliki nilai seni tinggi dan bersejarah.
“Itu sebenarnya yang harus diluruskan”.
Padahal dalam Keris terdapat tanting atau ilmu memandang Keris sebagai benda seni yang memiliki keindahan, dan terdapat tajeg atau ilmu memandang Keris dari sisi filosofi.
Keris juga merupakan warisan budaya Indonesia yang tidak dapat ditemukan di negara-negara lain. Jadi patutnya dapat dikenal luas bahkan dalam skala internasional.
“Orang bisa musyrik bukan karena Keris. Itu cara pandang yang sangat-sangat dangkal sekali. Jadi pemerintah kurang sekali (perhatian), jangankan kurang, justru memberikan penghambatan,” tukasnya.
Joko mencontohkan kesulitan pemasaran dialami para pedagang Keris saat hendak mengirimkan Keris melalui jasa ekspedisi. Pun demikian pengiriman hanya dilakukan pada lingkup nasional saja.
Jasa ekspedisi cenderung menolak melayani pengiriman dengan alasan Keris merupakan senjata tajam, mereka khawatir terdapat konsekuensi hukum bila mengirim paket tersebut.
Perlu diketahui bahwa berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 barang-barang yang memiliki tujuan sebagai benda pusaka atau kuno dikecualikan dari kategori senjata penikam.
“Harusnya kita bangga ada Keris dibeli sama orang Papua. Kalau (dikirim) ke luar negeri bolehlah (dilarang), karena itu cagar budaya yang wajib dilindungi. Tapi kalau internal harusnya ya enggak perlu,” tandasnya. (Joesvicar Iqbal)