IPOL.ID – Bawaslu RI menyebut potensi kerawanan terjadinya gesekan antara kelompok masyarakat saat pilkada serentak 2024.
Pihak keamanan pun diharapkan menyiapkan langkah-langkah antisipasi terjadinya konflik.
“Misalnya dengan calon potensial yang akan maju, tetapi kami menyatakan bahwa konflik sangat dekat. Konflik dengan lingkungan terdekat, masyarakat akan memilih pemimpin terbaiknya di daerah yang itu dekat dengan kehidupan mereka, sehingga ini juga menyatakan tidak hanya konflik elit, tetapi juga konflik di daerah itu,” kata Anggota Bawaslu Lolly Suhenty, Kamis (13/6).
Tidak hanya itu, Lolly mengatakan Bawaslu pun menyorot definisi Undang-Undang pemilu dan pemilihan itu masih terdapat perbedaan.
Dia mencontohkan, jika masyarakat bisa bicara soal dilarang menghina seseorang berdasarkan agama, suku, ras, untuk calon gubernur, bupati, dan walikota, di Undang-Undang Pemilu.
“Tetapi yang berbeda adalah di Undang-undang pemilihan, pada poin tersebut menekankan melakukan kampanye berupa menghasut dan memfitnah, ini yang perlu di garis bawahi, mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat,” bebernya.
Sementara, terkait definisi kampanye dalam undang-undang kepala daerah. Lolly membeberkan jika dalam UU tidak menjelaskan detail.
“Kalau di Undang-Undang Pemilu definisi kampanye sudah lebih detail. Unsurnya dijelaskan, citra dirinya termuat, tetapi definisi kampanye dalam UU Kepala Daerah, justru tidak mendetailkan soal unsur. Siapa saja yang akan bisa dikenai obyek kampanye. Seperti apa yang kemudian dilarang, dan berkenaan dengan citra diri itu tidak ada karena definisi sangat umum, kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi misi dan program, calon gubernur, calon wakil gubernur,” ujar Lolly.
Dia menuturkan, Bawaslu mencoba mengidentifikasi pasal apa saja yang berpotensi menjadi pasal karet atau pasal mana saja yang berpotensi tidak bisa di eksekusi hingga pasal mana saja yang akan berhadapan dengan sesama penyelenggara.
“Karena dimensi kerawanan, ada potensi sosial politiknya ada konteks penyelenggaraan, ada konteks kontestasinya dan ada konteks partisipasinya,” tandasnya. (sofian)