IPOL.ID – Afghanistan di bawah kepemimpinan baru, Taliban, meminta mantan Wapres RI Jusuf Kalla untuk menyampaikan kepada dunia luar bahwa mereka siap menjalin kerja sama baru. Untuk itu, Taliban bersiap mengeluarkan aturan baru mengenai partisipasi perempuan dan memastikan situasi keamanan di negara itu.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) minggu ini kembali melawat ke Kabul, ibu kota Afghanistan. Selain bersilaturahmi dengan sejumlah pejabat tinggi Taliban, JK juga berdiskusi tentang beragam hal. JK sudah mengenal sebagian besar pejabat Taliban dari sejak era perundingan perdamaian yang dimediasinya saat menjabat sebagai wapres pada 2014-2019.
Salah satu yang dibicarakan intensif sedikitnya dengan enam menteri kabinet Taliban adalah soal kesiapan mereka membuka diri pada dunia internasional.
Dalam wawancara dengan VOA pada Selasa (4/6), JK menjelaskan ada tiga hal yang dibicarakan dalam pertemuan dengan Taliban pada Senin (3/6). Isu pertama adalah bagaimana meningkatkan peran perempuan.
“Saya tekankan bahwa mereka harus memberi pendidikan kepada perempuan untuk memainkan peran lebih besar karena ini jadi isu besar di luar,” papar JK.
Hal kedua yang dibahas adalah bagaimana tingkat keamanan, yang menurut JK langsung dijawab oleh Taliban bahwa mereka siap menjamin.
Isu terakhir yang dibahas, imbuh JK, adalah peningkatan usaha dan bisnis dari luar ke negara tersebut. Selain itu juga dibahas upaya memperbaiki hubungan dengan negara luar, termasuk Amerika Serikat (AS).
“Mereka minta bantuan saya apakah bersedia membantu komunikasi dengan negara-negara Barat, termasuk Amerika, supaya bisa lebih baik. Saya bilang cara yang terbaik seperti Perang Vietnam, dulu Amerika berperang habis-habisan, tetapi kemudian justru bersahabat dan orang-orang Vietnam,” kata JK.
Aturan Baru Pemisahan Perempuan dan Laki-laki
Menurut JK, Menteri Pertahanan Afghanistan Mullah Mohammad Yaqoob Mujahid memahami hal itu. Namun khusus mengenai pendidikan bagi anak perempuan dan partisipasi perempuan di ruang publik, Taliban meminta JK melihat langsung situasi di Kabul, di mana perempuan mulai ikut memasuki dunia kerja dengan bekerja di rumah sakit dan fasilitas pemerintah.
“Saya katakan bahwa itu saja belum cukup. Saya mendesak juga untuk membantu pendidikan bagi kaum perempuan. Malah saya tawarkan untuk membuat sekolah seperti ‘Sahabat Perempuan’,” kata JK.
Menurut JK, pada prinsipnya Taliban setuju, tetapi meminta untuk menunggu pemberlakuan aturan baru yang akan memisahkan murid laki-laki dan perempuan.
“Saya kira ini OK saja. Saya juga sampaikan kepada mereka, ingat siapa Siti Khatidjah, istri Nabi adalah pengusaha hebat. Juga Aisyah, juga punya pendidikan yang baik. Mereka (Taliban.red) memahami hal ini dan lagi-lagi mengatakan sedang menyiapkan aturan baru yang akan memisahkan laki-laki dan perempuan di sekolah dan tempat kerja,” kata JK lebih lanjut.
Taliban belum merinci aturan baru itu atau soal kapan laporan tersebut akan diberlakukan.
JK mengatakan bisa jadi hal ini dikarenakan Taliban sedang mengalami dilema.
“Ada aturan kalau pasien perempuan, harus diperiksa oleh dokter perempuan, dilayani oleh suster perempuan. Tapi bagaimana mereka bisa punya dokter dan perawat perempuan, jika sedari kecil sekolah mereka dibatasi. Waktu saya sampaikan logika ini, mereka bilang bahwa mereka tidak membatasi perempuan bersekolah, tapi sedang membuat aturan yang lebih baik. OK lah, kita tunggu itu,” katanya.
Afghanistan Janji Tak akan Ada Ancaman Keamanan
Jusuf Kalla, yang juga melawat ke kota-kota lain di luar Kabul, mengatakan dia melihat sendiri geliat kehidupan di negara berpenduduk 43,2 juta jiwa itu. Amnesti yang diberikan Taliban kepada bekas pegawai pemerintahan sebelumnya, termasuk tentara, untuk tidak dijatuhi hukuman jika bekerja dengan pemerintahan baru, terbukti berhasil.
“Kabul malah macet, sama seperti Jakarta,” imbuh JK.
Menteri Pertahanan Afghanistan Mullah Mohammad Yaqoob Mujahid yang ditemui JK itu adalah putra sulung pendiri dan pemimpin pertama Taliban, Mullah Omar. Ia adalah salah satu dari tujuh menteri Afghanistan yang ditemuinya.
JK mengatakan Yaqoob Mujahid berulang kali menekankan “Afghanistan ingin punya hubungan baik dengan seluruh dunia, termasuk negara-negara Barat – dan Amerika – serta khususnya negara-negara Muslim.”
Mengutip pernyataan Yaqoob Mujahid kepadanya, JK mengatakan “kami (Taliban.red) sudah janji sekarang tidak akan mengganggu negara-negara lain, tetapi masih ada propaganda seolah-olah di sini ada ancaman. Padahal kami sudah tegaskan tidak ada ancaman terhadap siapa pun.”
Yaqoob Mujahid, tambah JK, juga mengatakan kepadanya bahwa “Amerika perang sama kami 20 tahun, tapi kami siap punya hubungan politik dan lainnya dengan mereka.”
JK Bertemu Petinggi Hamas di Malaysia
Kurang dari sebulan sebelum terbang ke Kabul, Jusuf Kalla pada 5 Mei lalu juga melangsungkan pertemuan dengan salah seorang petinggi kelompok militan Hamas di pinggiran Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam pertemuan tertutup selama tiga jam dengan Dr. Bassem Naim, yang disebut-sebut sebagai Menteri Kesehatan Palestina di Jalur Gaza, wilayah yang dikelola oleh Hamas, JK diminta membantu menjembatani perundingan damai antara Hamas dan Israel.
Salah seorang delegasi JK dalam pertemuan itu, Hamid Awaluddin, dikutip sebagai mengatakan beberapa anggota kelompok militan itu sebelumnya menghubungi dirinya untuk bertemu JK di suatu lokasi. Belum ada perincian dari hasil pertemuan itu.
Dalam wawancara dengan VOA, Jusuf Kalla mengatakan tidak takut jika ia dinilai sebagai tokoh radikal karena bertemu dengan kelompok-kelompok militan seperti Hamas dan Taliban.
“Tidak masalah itu, sudah berkali-kali saya dituduh radikal. Orang mengatakan mengapa Bapak bertemu dengan teroris? Saya tanya balik, teroris yang bagaimana? Mereka (Taliban.red) ingin membebaskan negerinya dari pendudukan Amerika, ini sama saja dengan pejuang-pejuang kemerdekaan kita di tahun 1945 yang dijuluki ekstremis. Ini sebutan-sebutan di era kolonial,” tegas JK.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini tidak merinci langkah yang akan diambilnya terkait permohonan Taliban untuk membantu mengkomunikasikan dengan negara-negara Barat – termasuk Amerika – tentang kesiapan Taliban memulai kerja sama babak baru. Namun tokoh berusia 82 tahun ini masih akan berada di Afghanistan selama beberapa hari lagi. (VOA Indonesia/far)