IPOL.ID – BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Jasa Raharja, dan Polri duduk bersama dalam satu forum membahas tentang sinergi penanganan kasus kecelakaan lalu lintas di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, Jakarta Selatan. Diduga sejauh ini terjadi indikasi ketimpangan beban tanggung jawab antar instansi tersebut dalam pemulihan korban lalu lintas.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta Deny Yusyulian, mengatakan kasus kecelakaan lalu lintas memang menjadi salah satu ruang lingkup kecelakaan kerja yang dijamin oleh program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) melalui Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
”Ruang lingkup kecelakaan kerja mulai keluar dari rumah, ke tempat kerja, dan perjalanan pulang. Apabila terjadi risiko, maka menjadi tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan,” ungkap Deny. Dalam ketentuan yang berlaku apabila peserta BPJS Ketenagakerjaan mengalami kecelakaan lalu lintas, maka pihak pertama yang menanggung biaya pengobatan dan perawatan korban adalah Jasa Raharja hingga batas maksimal Rp20 juta.
Apabila tanggungan pengobatan dan perawatan melebihi Rp20 juta, maka sisanya akan menjadi tanggungan BPJS Ketenagakerjaan. Namun dalam praktiknya prosedur tersebut tidak berjalan mulus.
Dalam kasus penanganan kecelakaan lalu lintas yang menimpa peserta BPJS Ketenagakerjaan, pihak rumah sakit cenderung membebankan seluruh klaim biaya pengobatan dan perawatan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
”Maka pihak perusahaan dan rumah sakit juga harus tahu prosedur ini, yaitu jika terjadi kasus kecelakaan lalu lintas pada pekerja, maka pertama kali yang akan menjadi penanggungnya adalah Jasa Raharja,” kata Deny. Ketika terjadi kecelakaan lalu lintas dan ternyata bukan peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka Jasa Raharja dan BPJS Kesehatan yang akan menanggung biaya perawatan.
Tetapi apabila peserta BPJS Kesehatan tersebut mengalami kecelakaan tunggal sehingga tidak sesuai dengan prosedur Jasa Raharja, baru BPJS Kesehatan yang menanggung biaya perawatannya. Prosedur pada kasus yang sama juga berlaku pada peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami kecelakaan tunggal, maka seluruh beban biaya perawatan akan menjadi tanggungan BPJS Ketenagakerjaan sesuai indikasi medis.
Deny mengatakan, Polri juga menjadi pihak yang berperan penting dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Sebab kepolisian sebagai pihak yang mengeluarkan laporan kejadian kecelakaan. ”Dengan adanya sinergi antar instansi ini, maka para pihak mengetahui tugas dan fungsinya, serta masyarakat mengetahui hak perawatan dan pengobatan kecelakaan lalu lintas yang didapatkan dari negara, yaitu dari BPJS Ketenagakerjaan, Jasa Raharja, BPJS Kesehatan, dan peran polisi,” cetus Deny.
Deny mengakui selama ini terjadi persoalan di lapangan. Terutama, pihak rumah sakit yang menangani perawatan dan pengobatan kasus kecelakaan lalu lintas yang menimpa peserta BPJS Ketenagakerjaan.
”Pihak rumah sakit cenderung membebankan seluruh klaim ke BPJS Ketenagakerjaan, yang seharusnya bisa mendapatkan pertanggungan juga dari Jasa Raharja,” kata Deny.
Berdasarkan data pada 2023, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan manfaat JKK kecelakaan lalu lintas sebanyak 9.790 kasus dengan nominal pembayaran sebesar Rp178.462.604.802. ”Bisa jadi sebagian dibayari oleh Jasa Raharja,” ujar Deny.
Deny menegaskan para pihak terkait, harus intens berkomunikasi agar penanganan kecelakaan lalu lintas berjalan sesuai prosedur dan porsinya masing-masing. ”Supaya pihak rumah sakit tahu, jangan semua tagihan ke kita (BPJS Ketenagakerjaan). Karena masing-masing institusi harus menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan. Maka inilah pentingnya forum diskusi sinergi antarinstitusi agar para pihak dan peserta tahu haknya,” tegas Deny. (msb/dani)