IPOL.ID – Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI dianggap sebagai sosok yang harus ikut bertanggung jawab atas sejumlah kasus yang ada di BPK, di antaranya terkait dugaan suap atau jual beli opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Sebagai pimpinan tertinggi di BPK, Ketua BPK, Isma Yatun pun dituntut untuk berani menyampaikan informasi secara transparan terkait berbagai kasus tersebut.
“Memang sebaiknya KPK juga panggil Ketua BPK, karena sebagai pimpinan tertinggi, dia harus ikut bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak buahnya. Tradisi korupsi di kita ini, kita sering dengar istilah, ya pimpinan mah merem lah seolah engga tahu, maka perlu dilakukan pendalaman juga terhadap ketua BPK,” kata Advokat FAKTA, Azas Tigor Nainggolan pada awak media, Minggu (7/7/2024).
Pria yang akrab disapa Tigor menilai, sejak Tahun 2022 banyak dugaan korupsi menjerat para pejabat BPK, bahkan sebagian sudah menerima putusan pengadilan, serta sedang menjalani hukuman.
Atas hal itu, lanjut Tigor, demi mengembalikan citra dan marwah BPK RI, aparat hukum perlu mendalami peran dan kinerja Isma selama menjadi Ketua BPK.
“Karena bagaimana pun seorang pimpinan sejatinya harus mengetahui apa yang sedang dan sudah dilakukan anggotanya. Apalagi BPK saat ini di isi oleh mantan wakil rakyat yang punya pengalaman bidang penganggaran. Mestinya celah korupsi itu bisa dicegah sejak dini,” ujatnya.
Sebagai informasi, berikut adalah deretan kasus yang melibatkan anggota BPK sejak Tahun 2022. Belakangan ramai mengenai kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G BAKTI Kominfo yang menyeret mantan Anggota III BPK RI, Achsanul Qosasi.
Kedua, kasus yang tak kalah heboh adalah korupsi Kementerian Pertanian yang menyeret nama Anggota IV BPK RI, Haerul Saleh.
Kemudian, kasus korupsi Tol MBZ yang pada persidangan disebut ada aliran dana Rp 10 miliar untuk BPK. Aliran dana kepada oknum BPK juga terkuak dalam kasus dugaan suap proyek jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, ada pemberian uang dan pengkondisian temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan, KPK menyatakan, satu orang dari BPK telah ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi, identitasnya belum diungkap ke publik.
Lebih lanjut, kasus yang menerpa BPK sebagaimana dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi KPK yang mengungkapkan bahwa ada aliran uang sebesar Rp 1,1 miliar berasal dari dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Auditor BPK RI, Robertus Kresnawan.
Sejumlah kasus operasi tangkap tangan (OTT) suap pun banyak tercatat melibatkan pegawai BPK. Di antaranya OTT suap bupati Sorong yang menyeret nama Anggota VI BPK Pius Lustrilanang, serta kasus OTT suap bupati Bogor Kasub Auditorat jabar III Anthon Merdiansyah dan Hendra Arko Mulawan selaku ketua tim audit interim Kabupaten Bogor, dan lainnya.
Selain itu, terdapat juga kasus suap Kabupaten Meranti yang menyeret seorang Auditor BPK Riau, Fahmi Aressa ke meja hijau serta dinyatakan terbukti diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil.
Pada 2022, KPK telah menahan sejumlah nama perwakilan BPK provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemerintah Provinsi Sulsel tahun 2020.
Mereka adalah Kepala Perwakilan BPK Sulawesi Tenggara atau Mantan Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel, Andy Sonny (AS) dan Pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel, Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM).
Terakhir adalah dugaan kasus korupsi yang menyeret nama Anggota V BPK RI, Ahmadi Noor Supit. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu membenarkan soal adanya kabar penyelidikan kasus yang melibatkan anggota DPR dan BPK. Pihaknya pun menegaskan akan menyampaikan informasi perkembangan kasus ini ke publik.
“Terkait dengan peran anggota BPK di dalam beberapa perkara, ini masih lidik. Pak AS (anggota BPK) dan HG ini di Komisi XI masih dalam lidik,” tukas Asep kepada wartawan, Kamis (4/7/2024). (Joesvicar Iqbal)