“Jadi ketika kita datang anak sudah dalam kondisi yang luar biasa, dan mau tidak mau akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa. Jadi beberapa anak yang sudah kita temui kita rujuk ke rumah sakit jiwa,” ujarnya.
Lia menambahkan, dalam banyak kasus orangtua terlambat menyadari kondisi anaknya karena merasa bahwa ketika anak bermain game dalam waktu lama tidak akan berdampak buruk.
Orangtua juga cenderung tidak memahami jenis game dimainkan anak, dan tak membatasi waktu anak bermain game karena merasa anaknya aman selama berada di rumah.
Pemerintah yang harusnya memiliki wewenang dan tugas melakukan pengawasan pun seolah diam dengan berbagai jenis game online mudah diakses anak melalui gawai.
Dampaknya anak-anak yang mengalami trauma kecanduan game online semakin banyak, bahkan berdasar temuan Komnas PA banyak anak usia di bawah 14 tahun kini menjadi korban.
“Semakin ke sini usia anak semakin kecil, usia 10 tahun, 11 tahun, 14 tahun. Karena sejak kecil diberikan gadget tanpa pendampingan, tanpa ada pemberitahuan mana yang berbahaya,” tutupnya. (Joesvicar Iqbal)