Oleh: Moh. Zahirul Alim,
Pemerhati sosial politik dan pendidikan
IPOL.ID – Dewasa ini Indonesia dilanda penyakit sosial akut berupa judi online. Oknum-oknum pelaku tidak mengenal kelas dan golongan: tua-muda, laki-perempuan, kaya-miskin, pejabat-bukan pejabat, benar-benar terjebak judi online. Ada apa dengan bangsa ini? Katanya kehidupan kesehariannya berlandaskan Pancasila. Kok begini? Inilah yang disebut anomali, menyimpang dari yang semestinya. Mengapa bisa terjadi? Secara akal sehat, ada beberapa faktor atau variabel untuk menjawab pertanyaan ini. Sebut saja, minimnya lapangan kerja dan tingginya pengangguran di Indonesia. Data BPS per Agustus 2023 menunjukkan sebanyak 9,89 juta generasi Z (usia 15-24 tahun) tidak sekolah, tidak bekerja, dan tidak mengikuti pelatihan alias menjadi pengangguran.
Selain itu, belakangan marak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan terhadap para pekerja produktif sehingga membuat mereka yang terdampak rentan berpikir instan, ingin cepat memiliki uang dengan cara praktis seperti dengan cara berjudi. Ini jika dilihat dari sisi mereka yang sedang tidak beruntung secara ekonomi. Kondisi terdesak dan darurat nafkah membuat mereka terjebak jalan pintas judi online. Faktanya, para pelaku judi online ternyata juga melibatkan mereka yang tergolong mampu secara ekonomi. Misalnya, anggota parlemen, pejabat, Pegawai Negeri Sipil (PNS), karyawan swasta, pengusaha, dan sebagainya. Mengapa mereka bisa terjerat judi online? Bukankah sudah tercukupi secara finansial?