Abdul Ghani mengatakan, wilayah Sabah kini menjadi rumah bagi 15 ribu ekor orangutan, sementara di Sarawak terdapat sekitar dua ribu ekor.
Ia mengatakan, dana yang dikumpulkan dari perusahaan-perusahaan yang mengadopsi orangutan akan didistribusikan kepada lembaga-lembaga nirlaba.
Pemerintah Sabah akan memantau area hutan yang menjadi habitat primata tersebut dan berupaya memantau keselamatan dan kondisi mereka.
Marc Ancrenaz, direktur ilmiah lembaga swadaya masyarakat Hutan, mengatakan dirinya berharap program tersebut akan bisa mendanai upaya konservasi habitat, seperti membangun koridor di antara hutan-hutan yang terfragmentasi dan terlalu kecil untuk dapat menopang populasi satwa liar dengan layak.
Skema “diplomasi orangutan” itu pertama kali diumumkan pada bulan Mei, setelah Uni Eropa menyetujui larangan impor komoditas yang terkait dengan penggundulan hutan tahun lalu.
Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia, menyebut undang-undang tersebut diskriminatif. Minyak sawit sendiri digunakan dalam berbagai produk, dari lipstik hingga piza. (voa/tim)