IPOL.ID – Ombudsman mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian dalam membubarkan aksi demonstrasi yang menolak revisi Undang-Undang Pilkada kemarin (22/8).
Demonstrasi dilakukan oleh sejumlah mahasiswa, buruh, aktivis, pelaku seni hingga unsur masyarakat itu berakhir ricuh karena dilakukan pembubaran oleh aparat kepolisian.
“Tindakan aparat Kepolisian yang membubarkan massa dengan melakukan pengejaran, penangkapan dengan kekerasan, penganiayaan dengan pengeroyokan, dan pengintimidasian kepada peserta aksi dan juga rekan-rekan jurnalis, bertentangan dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum serta Pasal 28 Perkapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, Dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum, yang intinya Kepolisian dalam melakukan tindakan upaya paksa harus menghindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif,” kata Anggota Ombudsman Johanes Widijantoro, Jumat (23/8)
Kepolisian telah memiliki SOP dalam pengendalian massa yang diatur melalui Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hal itu, kata dia, seharusnya menjadi pedoman bagi setiap Anggota Kepolisian yang bertugas di lapangan dalam penanganan aksi demonstrasi.
Terkait penanganan aksi demonstrasi pada 22 Agustus 2024 itu, Johannes menyatakan tindakan kepolisian tersebut telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan SOP Pengendalian Massa.
Untuk itu dia meminta kepolisian untuk membebaskan demonstran dan bersikap persuasif dalam setiap penanganan aksi demonstrasi.
Johanes menyampaikan dalam setiap penanganan kegiatan unjuk rasa, atas nama Ombudsman kembali mengingatkan kepada Polri untuk memerintahkan kepada jajarannya agar mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam melakukan pengawalan dan pengamanan kegiatan unjuk rasa serta menghindari tindakan represif;
Jika pendekatan persuasif tidak dapat dijalankan dan situasi tidak terkendali (chaos), agar menerapkan cara bertindak dan penggunaan alat kekuatan sesuai dengan prinsip proporsional, dengan memaksimalkan fungsi intelijen dalam hal mengukur potensi kualifikasi dan kuantifikasi gangguan termasuk deteksi dini serta ancaman gangguan kamtibmas. Serta melakukan evaluasi dan pengawasan berkala dari komandan satuan;
Pihaknya juga meminta proses pemeriksaan dilakukan secara obyektif dan transparan, dengan menyampaikan informasi mengenai pihak-pihak yang diamankan/ditahan serta status dan proses yang sedang dilakukan;
Melakukan penanganan terhadap oknum petugas yang diduga melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugas;
“Peserta demonstrasi yang saat ini sedang ditahan, baik di Polda maupun di Polres agar tetap dipenuhi hak-haknya, khususnya untuk memperoleh pendampingan dari penasihat hukum dan diupayakan untuk dapat segera dibebaskan,” ujarnya. (far)
Ombudsman Kecam Kekerasan Polisi Tangani Aksi Tolak Revisi UU Pilkada, Desak Demonstran Dibebaskan
