IPOL.ID – Silang pendapat kerap terjadi di tengah warga masyarakat berkaitan dengan pajak kendaraan bermotor (Ranmor) yang mati bakal ditilang oleh petugas kepolisian.
Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa pajak ranmor adalah kewenangan dari Dinas Pendapat Daerah (Dispenda), sehingga apabila pemilik ranmor tidak membayar pajak adalah kewenangan Dispenda.
Pengamat Transportasi dan Hukum, Budiyanto mengatakan, menanggapi hal ini tentunya dengan melihatnya dari prespektif hukum yang berkaitan dengan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas berkaitan dengan pajak mati alasannya bukan soal masalah pajak mati, tapi berkaitan keabsahan dari Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) merupakan dokumen wajib yang harus dimiliki semua kendaraan dan satu legalitas resmi terdaftar,” kata Budiyanto di Jakarta Selatan, Selasa (6/8/2024).
Dijelaskan Budiyanto bahwa untuk melihat STNK tersebut sah dan tidak, tentunya bisa dilihat rujukan pada Undang-Undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) No 22 Tahun 2009, dan Perkap Kapolri No 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi dan Aturan Teknis lainnya.
Pertama, Pasal 70 ayat (2) UULLAJ bahwa STNK dan TNKB atau plat nomer berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.
Kedua, Pasal 74 ayat (3) Perpol No 7 th 2021 tentang Regident, menyatakan bahwa regstrasi perpajakan berfungsi untuk pengawasan terhadap legitimasi pengoperasian ranmor.
Ketiga, Standar Operasional Prosedur (SOP) atau mekanisme pengesahan STNK bahwa STNK akan disahkan oleh petugas kepolisian setelah membayar pajak dan SWDKLLA. Tidak mungkin STNK akan disahkan sebelum membayar kewajiban tersebut (Pajak dan SWDKLLAJ).
Pengesahan STNK tahunan hanya dilakukan pengesahan pada notice pajak setiap tahun, sedangkan perpanjangan STNK hanya dilakukan satu kali sesuai dengan masa berlaku STNK.
Empat, pada Pasal 106 ayat (5) pada saat diadakan pemeriksaan ranmor di jalan setiap orang yang mengemudikan ranmor wajib menunjukkan, antara lain huruf a : Surat tanda nomer kendaraan atan surat tanda coba ranmor.
Kelima, ketentuan pidana terhadap keabsahan STNK diatur dalam Pasal 288 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
“Dari uraian di atas sangat jelas bahwa STNK wajib dilakukan pengesahan pada notice pajak”.
Kemudian pengesahan STNK akan dilakukan oleh petugas Polri (Samsat), setelah pemilik ranmor membayar pajak dan SWDKLLAJ. STNK sebagai bukti legitimasi pengoperasian ranmor di jalan.
Selanjutnya, pada saat diadakan pemeriksaan di jalan, pengemudi wajib menunjukkan antara STNK/STCK.
Dengan demikian bahwa STNK dianggap sah apabila dilakukan pengesahan STNK setiap tahun dan bersamaan dengan membayar pajak dan SWDKLLAJ.
Apabila STNK ranmor tidak disahkan setiap tahun berarti STNK dianggap tidak sah dan merupakan pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur dalam ketentuan pidana Pasal 288 ayat (1), dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
“Penindakan terhadap pelanggaran di atas bukan pelanggaran pajak mati, tapi berkaitan keabsahan STNK,” tutup Budiyanto. (Joesvicar Iqbal)