Arief memastikan bahwa aturan tertulis seperti larangan penjualan rokok batangan, zonasi minimal 200 meter dari satuan pendidikan, larangan iklan di media sosial, implementasi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dan sebagainya dalam PP 28/2024 tak berakhir sebagai lip service saja. Tapi bisa dikawal bersama agar terlaksana komitmen baik.
Berbicara lebih dalam mengenai PP Kesehatan 28/2024, dr. Benget Saragih, M. Epid, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Kementerian Kesehatan RI menanggapi.
“Studi ini menampilkan realita, memang masih menjadi tantangan dan butuh kerja sama kementerian dan lembaga upaya pengendalian rokok lebih baik. Rekomendasi diberikan dari studi ini sudah dimasukkan dalam Rencana Peraturan Presiden tentang Pengelolaan Kesehatan,” tegas Benget.
Benget menambahkan bahwa PP 28/2024 ini membawa optimisme baru dibanding PP 109/2012.
“Dalam konteks pengendalian rokok jadi tugas utama Presiden harus memimpin, tak bisa semata-mata bertumpu pada Kementerian Kesehatan saja,” tukas Sunu Dyantoro, Aliansi Jurnalis Independen Jakarta, memberi tanggapan dari perspektif media.