Hal ini, lanjutnya, dikarenakan APBN akan kembali menjadi bumper finansial jika badan usaha tersebut tidak dapat membayar kewajiban mereka.
“Kita masih bergantung pada utang itu untuk menutup utang juga. Pembiayaan utang juga mengalami peningkatan gitu ya, dan ini juga mempengaruhi di RAPBN 2025,” kata Riza.
Ia menuturkan bahwa utang jatuh tempo yang perlu dibayar oleh pemerintahan mendatang menurut RAPBN 2025 adalah Rp775,9 triliun.
Angka tersebut lebih tinggi daripada yang ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar Rp648,1 triliun maupun outlook pembiayaan 2024 sebesar Rp553,1 triliun.
Namun, ia mengatakan bahwa besaran utang yang perlu dibayarkan tahun depan tersebut belum termasuk bunga utang yang diperkirakan mencapai Rp552,85 triliun.
Dengan meningkatnya pembayaran utang tersebut, Riza menyatakan bahwa perkiraan angka defisit pun naik dari Rp522,8 triliun pada APBN 2024 menjadi Rp616,2 triliun pada RAPBN 2025.
Selain defisit yang naik, ia menyampaikan bahwa risiko lainnya adalah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun yang turut meningkat.