IPOL.ID – Kasus dugaan korupsi pengadaan wastafel senilai Rp 43,7 miliar di Aceh kembali mencuat ke permukaan setelah akun media sosial @bandet.apba mengunggah flayer yang menghebohkan.
Dalam flayer tersebut, akun tersebut menyerukan agar aparat penegak hukum segera memeriksa Kepala Dinas Badan Pengelola Keuangan Aceh (BPKA) periode 2019-2021, Bustami Hamzah, serta Kausar M Yus, bersama saudara kandungnya, yang diduga menjadi pelaksana proyek tersebut.
Unggahan ini langsung mendapat perhatian luas di media sosial, dengan banyak pihak mempertanyakan integritas dan transparansi dalam pelaksanaan proyek wastafel tersebut.
Berdasarkan informasi yang beredar, proyek ini seharusnya bertujuan untuk mendukung upaya pencegahan penyebaran COVID-19.
Namun, laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengindikasikan adanya penyimpangan serius dalam pengelolaan anggaran.
Kasus ini terkait erat dengan dugaan pelanggaran Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat publik atau pihak terkait dalam penggunaan uang negara, yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Pasal 3, di sisi lain, mengatur bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Flayer yang diunggah oleh @bandet.apba bukan hanya sekadar kritik, tetapi juga bentuk desakan masyarakat agar aparat penegak hukum bertindak tegas dalam menuntaskan kasus ini.
Banyak netizen yang menuntut transparansi dan keadilan, khususnya dalam mengusut siapa saja yang terlibat, termasuk pejabat dan pihak-pihak yang diduga terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek wastafel tersebut.
Bustami Hamzah dan Kausar M Yus, sebagai nama-nama yang disebut dalam flayer, diharapkan dapat memberikan klarifikasi yang transparan kepada publik.
Jika benar mereka terlibat, maka penegak hukum harus segera mengambil langkah hukum yang sesuai. Sebaliknya, jika mereka tidak terbukti bersalah, penting bagi proses hukum untuk tetap dijalankan secara objektif dan tanpa intervensi dari pihak manapun.
Kasus ini bukan hanya tentang uang negara yang hilang, tetapi juga tentang kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.
Transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan agar kepercayaan masyarakat tidak terus terkikis. Penanganan kasus ini akan menjadi ujian besar bagi aparat penegak hukum di Aceh dalam membuktikan komitmennya dalam memberantas korupsi.
Dengan mencuatnya kasus ini kembali, diharapkan aparat penegak hukum tidak hanya fokus pada Bustami Hamzah dan Kausar M Yus, tetapi juga melakukan investigasi menyeluruh untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini dapat dibawa ke muka hukum dan diadili sesuai dengan peraturan yang berlaku. (*)