IPOL.ID – Peredaran obat-obatan terlarang yang dijual secara bebas tanpa resep dokter menjadi catatan bersama warga dan aparat di wilayah Jakarta Timur. Modus kerap dilakoni penjual obat terlarang dengan berkedok toko kosmetik dan atau warung klontong.
Kendati setiap tahun selalu ada muncul kasus petugas menggerebek toko yang menjual obat-obatan terlarang, tapi obat tersebut masih banyak ditemukan dijual bebas dengan berbagai modus yang ada tersebut.
Di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, modus paling banyak digunakan para pelaku penjual obat-obatan terlarang adalah berkedok warung kelontong hingga toko kosmetik.
“Penjual obat ini rata-rata berkedok sebagai toko kelontong atau toko kosmetik,” ungkap Kepala Satpol PP Kecamatan Ciracas, Sondang Sipayung pada awak media di Jakarta Timur, Senin (12/8/2024).
Para penjual memang tidak memajang obat-obatan terlarang di etalase toko yang mudah terlihat pembeli, dalam menjalankan bisnis ilegalnya itu. Namun hal itu dilakukan supaya bisa mengecoh petugas.
Hasil pengawasan dan penindakan Satpol PP Kecamatan Ciracas, penjual obat terlarang kerap menyembunyikan dagangannya di bawahan etalase agar luput penglihatan warga dan atau petugas.
Nah, saat ada pembeli memesan barulah mereka menjual berbagai obat-obatan terlarang seperti tramadol, alprazolam, pil kuning yang seharusnya hanya bisa dijual tentunya dengan resep dokter.
“Memang barang yang ditaruh di etalase mereka bedak, popok, minyak telon dan lainnya. Tapi setelah kita masuk ke dalam (toko), kita periksa itu banyak obat-obatan. Mereka juga mengakui menjual,” beber Sondang.
Kepada personel Satpol PP Kecamatan Ciracas, para penjual mengaku menjajakan obat-obatan terlarang seharga Rp10 ribu per butir dengan sasaran pelajar sekolah hingga anak-anak jalanan.
Iming-iming bahwa obat-obatan terlarang itu dapat memberikan efek penenang, dan dapat melupakan permasalahan hidup membuat banyak masyarakat sekitar menjadi korban peredaran obat terlarang.
Para pembeli mengonsumsi obat-obatan terlarang tanpa mengetahui risiko bahwa bila dikonsumsi tanpa adanya petunjuk resep dokter maka dapat membahayakan kesehatan mereka.
“Rata-rata dijual ke remaja tanggung, dan anak jalanan, pengamen. Siapapun yang mau beli. Biasanya orang-orang yang sedang memiliki masalah hidup, jadi butuh untuk tenang,” kata Sondang.
Dalam melakukan pencegahan masyarakat agar tidak terjerat mengonsumsi obat-obatan terlarang, jajaran Satpol PP Kecamatan Ciracas rutin melakukan pengawasan dan penindakan terhadap tempat usaha.
Bila mendapati laporan warga ada warung kelontong atau toko kosmetik yang diduga menjual obat-obatan terlarang misalnya, Satpol PP Kecamatan Ciracas akan langsung melakukan pengecekan.
Satpol PP Kecamatan Ciracas juga kerap bekerjasama dengan Unit Pelayanan Pakam dan Retribusi Daerah (UPPRD) untuk mengecek tempat-tempat usaha yang tidak membayar pajak.
Koordinasi dengan UPPRD ini membantu pengawasan peredaran obat-obatan ilegal, karena dalam beberapa kasus ditemukan tempat usaha tidak membayar retribusi ternyata menjual obat terlarang.
“Kalau menemukan tempat usaha yang seperti itu kita buat berita acaranya, dan proses berkas sidang Tipiring (tindak pidana ringan). Sesuai Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007,” tegas Sondang.
Pada Mei 2024 lalu Satpol PP Kecamatan Ciracas bahkan memusnahkan sebanyak 8.285 butir obat-obatan terlarang, merupakan hasil pengawasan dan penindakan sejak Agustus 2023.
Obat-obatan yang dimusnahkan di antaranya 3.359 butir pil kuning, 3.392 butir tramadol, 808 butir trihexyphenidyl, 40 butir FG troches, 14 butir dumolid, 439 butir alprazolam, dan lainnya.
Tapi setelah pemusnahan 8.285 butir obat terlarang tersebut, Satpol PP Kecamatan Ciracas menyatakan masih mendapati peredaran obat-obatan ilegal, sehingga pengawasan rutin terus dilakukan.
“Kami banyak menerima informasi (peredaran obat-obatan ilegal) dari para RT dan RW. Kami menerima informasi ini dengan terbuka, dan pasti akan kami tindaklanjuti,” tukas Sondang.
Temuan Satpol PP Kecamatan Ciracas bahwa pelaku penjualan obat-obatan ilegal menggunakan modus warung kelontong dan toko kosmetik serupa dengan yang terjadi di wilayah lain. (Joesvicar Iqbal)