“Bisa kita bayangkan secara kasar, dari 2018 sampai 2023 ini sudah enam tahun. Sekarang masuk tahun ke tujuh. Berarti secara kasar kita sudah kehilangan 2000 triliun rupiah akibat sampah plastik,” tambah dia.
Estimasi kerugian tersebut, terang Reza, dilihat dari kerugian secara ekonomi, pariwisata, kesehatan, hingga dari sisi teknis. BRIN terus melakukan penelitian dengan memanfaatkan kecerdasan buatan dalam mendeteksi jenis sampah plastik. Termasuk, melibatkan akademisi dari berbagai multidisiplin ilmu.
“Karena kalau kita bicara plastik, sampah plastik ini ketika terkena sinar matahari, angin, dan lain-lain, akan jadi mikroplastik. Semakin kecil ukuran plastik, semakin mudah pula akan masuk ke dalam tubuh kita,” katanya.
Upaya lainnya, menurut Reza, perlu dilakukan proses bioremediasi yang membutuhkan waktu panjang. “Ketika sampah sudah bocor ke lingkungan, apa yang kita lakukan? Kita coba cari mikroba apa yang paling tepat untuk bisa ‘memakan’ sampah plastik itu,” ucapnya.
Reza juga menyoroti komitmen politis pimpinan daerah dalam penyediaan anggaran untuk pengelolaan sampah. Anggaran pengelolaan sampah, sebut dia, disebut optimal bila mencapai 3-4% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tapi yang terjadi saat ini, baru mencapai 0,07%.