Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan berdasarkan Pasal 54 d UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Ayat 1 menyatakan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapan pasangan calon terpilih pada pemilihan dengan calon tunggal jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen. Kalau perolehan suaranya kurang dari 50 persen, pasangan kandidat yang kalah bisa mendaftar kembali dalam pemilihan baru pada tahun berikutnya. Sebelum pemiihan baru digelar, pemerintah menunjuk penjabat gubernur, bupati, atau wali kota.
Masinton Pasaribu dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang menduga adanya persekongkolan untuk hanya mencalonkan satu pasang calon kepala daerah, mendesak KPU untuk membuat aturan yang mendorong partisipasi publik. “Karena ini sudah menjadi bagian persekongkolan di sana (daerah dengan calon tunggal). Pokoke, pokoke, calon tunggal. Apapun dasarnya calon tunggal,” katanya.
Hal senada disampaikan Guspardi Gaus dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang menilai fenomena calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah sebagai hal yang direkayasa. Oleh karena itu jika kotak kosong yang meraih suara lebih besar dalam pilkada serentak 27 November nanti, Guspardi mengusulkan dilakukan pemilihan ulang.