Icha memaparkan berbagai kasus terdamparnya paus di dunia, yang beberapa di antaranya disebabkan oleh sampah lautan, yang umumnya berbentuk plastik keras.
Plastik yang tertelan, kata dia, bisa merusak organ dalam paus, yang menyebabkan paus tidak bisa makan, dan bisa membuat paus kelaparan, kemudian mati dan terdampar. “Bayangkan, ada paus berukuran 10 meter yang mati, dan ditemukan di dalamnya sebanyak 8 kilogram plastik,” ungkapnya.
Menurutnya, kejadian ini perlu mendapatkan perhatian serius, karena paus merupakan spesies yang dilindungi. Oleh karenanya, ia mendorong adanya koordinasi antarpemangku kepentingan terkait, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, dalam penanganan kasus paus terdampar, termasuk di antaranya dalam upaya pencegahan.
Dia juga mengimbau masyarakat untuk tidak mengganggu/menaiki tubuh paus yang terdampar, karena hewan ini dalam kondisi lemah dan perlu penanganan yang tepat.
Terkait hal tersebut, Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Oseanografi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Achmad Sahri mendorong kepada seluruh pemangku kepentingan terkait untuk memahami pola sebaran spasial dan temporal dari kejadian mamalia laut terdampar di Indonesia dapat mendukung upaya penyelamatan biota tersebut.