Lebih lanjut, ujar Ali, hal ini menjadi potret kemunduran demokrasi, di mana esensi demokrasi adalah kebebasan berpolitik.
Peneliti Paramadina Public Policy Institute, Septa Dinata, menilai keputusan Mahkamah Konstitusi di menit-menit terakhir ternyata tidak membantu dalam mengurangi jumlah calon tunggal di pemilihan kepala daerah.
“Karena untuk memutuskan maju [ke pemilihan] tidak cukup waktu seminggu. Butuh perencanaan jangka panjang. Hanya membantu mereka yang dari awal memang niat mau maju, tapi terkendala partai,” ujar Septa kepada BenarNews.
Jumlah 41 calon tunggal ini meningkat dibandingkan pemilihan kepala daerah terakhir pada 2020, yakni 25 calon, menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun jika dihitung secara persentase, jumlahnya menurun. Pada 2020, terdapat 25 calon tanpa lawan tersebar di 270 daerah (9,26 persen), sementara pada 2024, 41 calon tunggal tersebar di 545 daerah (7,52 persen).
Ke-41 wilayah itu tersebar di 21 provinsi. Papua Barat menjadi satu-satunya provinsi dengan calon tunggal di pemilihan gubernur, yakni Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani.