Sementara itu menurut peneliti CSIS Dominique Nicky Fahriza, harus ada perubahan di dalam partai politik di mana mereka harus menyesuaikan kaderisasi dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
Di sisi lain, masyarakat sipil juga harus berkonsolidasi dan berinisiatif memunculkan calon-calon lain. “Entah yang dapat disodorkan ke partai atau didorong maju independen,” ujarnya.
Rendy berharap ke depannya ada upaya merevisi total Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, terutama dalam konsep dan konteks calon tunggal.
“Misalnya dengan mengatur peserta pemilihan kepala daerah harus minimal dua pasangan calon. Atau partai politik dilarang membentuk koalisi besar yang menyebabkan partai politik lain kehilangan kesempatan memenuhi ambang batas pencalonan. Intinya regulasi mengatur agar tidak ada kemungkinan calon tunggal. Kita memilih orang kan, bukan kolom kosong?” ujar Rendy.
Merujuk ke UU No 10/2016 tentang pemilihan kepala daerah, andaikata calon tunggal kalah dari kotak kosong dalam pemilihan, maka posisi kepala daerah akan diisi penjabat sementara hingga pemilihan kepala daerah periode selanjutnya.