Menurut Lucius, pemilu langsung itu dilakukan agar wakil di DPR itu adalah orang yang langsung mendapat kepercayaan dari publik. Oleh karena itu, mereka tidak bisa diganti begitu saja oleh partai politik.
“Ini mengkhianati suara rakyat, tidak bagus untuk demokrasi kita ke depan,” jelas dia.
Pada tahun 2015, DPR mensahkan undang-undang yang melarang kerabat legislator yang sedang menjabat untuk mencalonkan diri pada jabatan daerah seperti bupati, wali kota, atau gubernur. Namun, Mahkamah Konstitusi kemudian memutuskan bahwa undang-undang tersebut tidak konstitusional dan membatalkannya.
Saat ini, tidak ada undang-undang atau regulasi khusus yang mengatur masalah tersebut. Kondisi ini telah memicu seruan reformasi dari berbagai kalangan, termasuk organisasi masyarakat sipil, termasuk usulan untuk membatasi jumlah anggota keluarga yang dapat menjabat secara bersamaan, guna mencegah satu keluarga mendominasi posisi politik atau daerah tertentu.
Usulan juga mencakup peningkatan akses terhadap pendanaan dan sumber daya politik bagi kandidat baru dan independen, dengan harapan menciptakan persaingan yang lebih setara. Di samping itu, ada seruan untuk mereformasi pembiayaan kampanye agar pengaruh donor kaya dan keluarga politik dapat diminimalkan.