Apalagi, kata Nailul, daya beli masyarakat saat ini sedang lesu sehingga produk dari China yang harganya jauh lebih murah kerap menjadi pilihan. Meski begitu, ia berharap pemerintah tidak berpikir untuk menggenjot belanja masyarakat di dalam negeri dengan produk impor, karena hal tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional.
“Meskipun daya beli masyarakat digenjot tetapi barangnya ya harusnya bukan barang impor. Karena misalkan daya beli masyarakat digenjot dengan beli barang impor, yang terjadi adalah bisa dibilang tidak ada manfaatnya, tidak ada multiplier effect yang dihasilkan dari belanja barang impor tersebut. Kita maunya dorong daya beli masyarakat tapi yang memberikan multiplier effect yang besar ke perekonomian. Ketika daya beli masyarakat kurang terus kita welcome terhadap barang impor terutama dari China, ya multiplier effect-nya lebih banyak kepada ekonomi China,” jelasnya.
Ke depan, Nailul berharap pemerintahan baru bisa melindungi industri dalam negeri terlebih dahulu dengan berbagai kebijakan dan insentif. Semua itu, pada gilirannya akan menggenjot investasi di sektor manufaktur dan mendorong produktivitas dan kualitas sehingga bisa bersaing di pasar global.