IPOL.ID – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang menggerebek pertemuan kepala desa (kades) se Jawa Tengah (Jateng) yang digelar di salah satu hotel bintang lima.
Penggerebekan yang dilakukan pada Rabu (23/10/2024) pukul 21.00 WIB itu dilakukan berawal adanya dugaan mobilisasi kades dari berbagai daerah di Jateng untuk mendukung salah satu pasangan calon gubernur.
Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya reaksi mereka yang langsung membubarkan diri dengan kehadiran Bawaslu Kota Semarang.
Pada kesempatan tersebut Tim Bawaslu Kota Semarang menerjunkan 11 personel menuju lokasi untuk melakukan penelusuran dan pengawasan secara langsung.
Nah, sesampainya di ruang pertemuan lantai 3 kami sempat mengalami kendala akses sampai akhirnya tim bertemu dengan salah satu kades yang akan memasuki ruangan.
Personel Bawaslu pun ikut memasuki ruangan. Ada sekitar 90 kades yang semula memenuhi tempat duduk langsung membubarkan diri meninggalkan lokasi pertemuan.
“Sejumlah Kades yang hadir saat ditanya mengaku kegiatan ini merupakan silaturahmi dan konsolidasi organisasi Paguyuban Kepala Desa (PKD) Se Jawa Tengah dengan slogan Satu Komando Bersama Sampai Akhir,” kata Ketua Bawaslu Kota Semarang, Arief Rahman dalam keterangannya, Jumat (25/10).
Sebagian Kades saat dimintai keterangan mereka mengaku berasal dari beberapa Kabupaten yang mana setiap wilayah mengirimkan dua orang perwakilan kades tiap kabupaten yakni ketua dan sekretaris.
“Adapun Kabupaten yang terkonfirmasi antara lain Pati, Rembang, Blora, Sukoharjo, Sragen, Kebumen, Purworejo, Klaten, Wonogiri, Cilacap, Brebes, Pemalang, Kendal, Demak dan Semarang,” sebutnya.
Selanjutnya Bawaslu Kota Semarang akan melakukan koordinasi dan melaporkan ke Bawaslu Provinsi Jateng guna melakukan pendalaman terkait ada kegiatan pertemuan para kades yang terjadi di wilayah hukum Kota Semarang.
“Mengingat ini kali kedua terjadi pada minggu lalu tepatnya tanggal 17 Oktober 2024 pertemuan serupa berlangsung di wilayah Semarang Barat dengan peserta kurang lebih 200 kades Se Kabupaten Kendal,” ucapnya.
Arief menegaskan, sebagaimana ketentuan yang mengatur larangan termuat pada Pasal 71 Ayat 1 UU Pilkada, berbunyi, “Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.
Sedangkan sanksi pidana diatur dalam Pasal 188 UU Pilkada yang berbunyi “setiap Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp6 juta”.
“Selain sanksi pidana juga terdapat sanksi administratif dari pejabat berwewenang, sehingga sudah cukup jelas ketentuan larangan terkait kades yang melakukan tindakan ataupun perbuatan dukung mendukung apalagi kalo dilakukan dengan cara terorganisir hal ini bisa mencederai proses demokrasi” tegasnya. (far)