“Mereka minta data warganya, dan lewat timsesnya, tiga hari sebelum hari H dibawakan amplop. Kan ada begitu, ini menggampangkan warga, itu menganggap selamanya rakyat itu bodoh, dia pikir bisa merubah hati nurani masyarakat,” ucap Andi Harun.
Dirinya pun menegaskan praktik seperti ini perlu dipatahkan dengan kecerdasan dan pola pikir masyarakat yang jauh lebih berkembang. Andi Harun menegaskan bahwa harga suara masyarakat sangat mahal dan tidak bisa sama sekali dinilai dengan rupiah, apalagi jika dikaitkan dengan pemilihan pemimpin suatu wilayah.
“Dia pikir amplopnya itu bisa membeli hati nurani rakyat, itu tidak bisa. Jadi dengan uang suara kita tidak bisa dibeli, pilihan terbaik dari hari rakyat itulah yang seharusnya dipilih,” jelasnya. (tim)