Ia mencontohkan, Arab Saudi sejak 2023 mengumumkan kuota haji lebih awal dari biasanya. Pada saat yang sama, Kementerian Arab Saudi menerbitkan jadwal tahapan persiapan penyelenggaraan ibadah haji dengan kalender hijriah. Sementara proses pengelolaan program dan anggaran pemerintah Indonesia menggunakan kalender masehi.
“Dalam hal tertentu, ada momen yang menuntut penyelenggara mengambil kebijakan lebih cepat dan melakukan persiapan lebih awal. Hal seperti ini belum terakomodir dalam regulasi,” sebut Cak Nanto.
Contoh lainnya terkait pembiayaan bagi jamaah penggabungan mahram atau pendamping. Regulasi saat ini tidak membedakan biaya yang harus dibayar jemaah yang ikut penggabungan mahram meski masa tunggu mereka lebih singkat dari jamaah yang masuk kuota. Masa antrian jamaah yang berangkat dengan penggabungan mahram dan pendamping, secara regulasi paling lama lima tahun. Namun pembiayaannya disamakan dengan jamaah yang sudah menunggu dalam waktu yang lebih lama, bisa 12 sampai 13 tahun.
“Hal semacam ini perlu direspons dalam perbaikan regulasi. Saat ini kemenag terus melakukan harmonisasi regulasi,” ujar Cak Nanto.