Lingkungan tersebut hampir hancur total. “Dengan kehendak Tuhan, perang akan berakhir, dan kita akan melihat dengan mata kepala kita sendiri pembangunan kembali Gaza,” katanya.
Sebelum berita kematian Sinwar tersebar, hari itu diselingi oleh tembakan artileri dan serangan udara, termasuk serangan yang menghantam sekolah yang menampung orang-orang terlantar di kamp Jabalia yang menewaskan sedikitnya 14 orang, menurut dua rumah sakit di daerah tersebut.
Sebagian besar warga Gaza telah dipaksa meninggalkan rumah mereka, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan banyak yang sekarang menghadapi musim dingin kedua di kamp-kamp darurat.
“Kami kelelahan, perang sudah keterlaluan, perang telah merenggut segalanya dari kami,” kata Shadi Nofal Abou Maher, 23 tahun, yang berharap dunia akan campur tangan untuk mengakhiri perang.
Di jalan-jalan maupun di media sosial, warga Gaza tetap menyambut “perlawanan” yang dipimpin Sinwar, memujinya karena berjuang sampai akhir.
“Ia akan dikenang sebagai pemimpin yang gugur di medan perang,” kata Ahmed Omar yang berusia 36 tahun.