“Ekonomi China yang melemah akibat tekanan tarif AS dapat menurunkan permintaan untuk produk-produk ini, sehingga menurunkan pendapatan ekspor Indonesia,” tambahnya, seraya menekankan bahwa nikel sangat rentan.
Nikel ini, kata Abdul, komoditas pentıng untuk produksi baterai kendaraan listrik, menjadi ekspor utama Indonesia karena tingginya konsumsi China.
Dampak konflik perdagangan AS-China kemungkinan besar meluas ke luar komoditas industri, ujar Abdul.
“China memiliki daya beli besar, dan jika daya beli itu menurun, otomatis ekspor kita, terutama di sektor pertanian dan hasil bumi lainnya, akan terpengaruh. Ini akan berdampak pada petani dan pendapatan negara secara keseluruhan,” tambah Abdul.
Namun, Abdul melihat momen ini sebagai kesempatan bagi Indonesia untuk mendiversifikasi jaringan perdagangan, menjajaki pasar di Asia Selatan, Afrika, dan Amerika Latin.
“Ini bisa menjadi peluang untuk memperkuat hubungan dengan sekutu AS dan mencari pembeli baru untuk komoditas kita,” katanya.
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan presidensi Trump berpotensi berdampak signifikan terhadap pasar minyak dunia, mengingat kebijakan Trump dan Partai Republik yang cenderung mendukung produksi fosil termasuk minyak gas tanpa terlalu mengindahkan regulasi lingkungan yang menjadi hal utama pemerintahan Demokrat di bawah Biden.