“Ini tentu akan memberikan dampak terhadap minyak dunia maupun terhadap tren ke depan pada isu-isu yang terkait climate change maupun energy,” kata Sri Mulyani.
Muhammad Waffaa Kharisma, peneliti dari Center for Strategic and International Studies, mengatakan meskipun hubungan bilateral antara Indonesia dan AS akan terus berlanjut, Indonesia perlu menyesuaikan diri dengan preferensi pemerintah AS yang baru.
“Bagi Indonesia, ini mencerminkan dunia tanpa juara multilateralisme, kecenderungan proteksionisme yang lebih besar, dan dunia baru di mana impuls unilateralisme bisa mendominasi hubungan internasional,” ujar Waffaa.
Meski demikian, Waffaa melihat adanya kemungkinan Trump dan Presiden Prabowo Subianto akan menemukan titik temu.
“Keduanya adalah negosiator pragmatis,” kata Waffaa. “Ada potensi kolaborasi jika keduanya melihat keuntungan bersama.”
Gaya transaksional Trump bisa menarik bagi Prabowo, yang juga dikenal dengan pendekatan langsung dalam pemerintahannya, meskipun banyak yang bergantung pada bagaimana kebijakan AS di bawah Trump berkembang, tambahnya.